Berbagai Macam Hal tentang Surat Berharga
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Dalam dunia perusahaan dan perdagangan,
orang menginginkan segala sesuatunya bersifat praktis dan aman, khususnya dalam
lalu lintas pembayaran. Artinya orang tidak mutlak lagi menggunakan alat
pembayaran berupa uang, melainkan cukup dengan menerbitkan surat berharga baik
sebagai alat pembayaran kontan maupun sebagai alat pembayaran kredit.[1]
Praktis artinya dalam setiap transaksi,
para pihak tidak perlu mata uang dala jumlah yang besar sebagai alat
pembayaran, melainkan cukup dengan mengantongi surat berharga saja.[2]
Aman artinya tidak setiap orang yang
berhak dapat menggunakan surat berharga itu, karena pembayaran dengan surat
berharga memerlukan cara-cara tertentu. Sedangkan jika menggunakan mata uang,
apalagi dalam jumlah besar, banyak sekali kemungkinannya timbul bahaya atau
kerugian, misalnya pencurian, penggarongan, dan lain-lain.[3]
Dalam dunia perusahaan dan perdagangan,
dikenal bermacam-macam surat yang yang pada umumnya orang mengatakan itu
sebagai surat berharga. Orang menyatakan itu surat berharga berdasarkan
kenyataan bahwa surat itu mempunyai nilai uang atau dapat ditukar dengan
sejumlah uang, atau yang tesebut dalam surat itu dapat dinilai atau ditukar
dengan uang. Surat-surat itu berupa wesel, askep, cek, saham, obligasi,
konosemen, ceel, karcis kereta api, surat penitipan barang, dan lain-lain.[4]
Surat-surat semacam ini disebut surat
pernigaan (handelspapieren), yang terdiri dari surat berharga (waardepaperien)
dan surat yang berharga (paperien van waarde).[5]
Tiap-tiap negara didunia, termasuk
Indonesia, mempunyai surat-surat perniagaannya sendiri-sendiri, yang bentuk dan
isinya tidak banyak berbeda. Untuk menghilangkan perbedaan- perbedaan tersebut
pula untuk mempesatukan bentuk dan isisnya yang penting-penting, telah diadakan
usaha-usaha dalam taraf internasional yang berbentuk konvensi-konvensi,
misalnya:
- Konvensi mengenai surat wesel dan surat sanggup (askep, promes), yang diadakan tahun 1930 di Geneve
- Konvensi mengenai surat cek (cheque) yang diadakan tahun 1931 di Geneve;
- Konvensi mengenai akta carter kapal (charter-party), yang diadakan pada tahun 1922 yang dikenal dengan “The Documentary Council of the Baltic and White Sea Conference --- 1922” atau “uniform General Charter”;
- Konvensi mengenai konosemen (Bill of Landing), yang telah diadakan pada tahun 1921 di Den Haag, yang dikenal dengan nama: “The Hague Rules --- 1921”, yang diperbarui di London pada tahun 1922, di Brussel pada tahun 1924, sedangkan pada tahun 1968 telah diadakan perubahan lagi khususnya mengenai batas tanggung jawab pengangkut.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.
Apa pengertian surat berharga dan surat
yang berharga ?
2.
Apa perbedaan surat berharga dan surat yang berharga ?
3.
Apa sajakan jenis-jenis surat berharga ?
4.
Apa sajakan jenis-jenis surat yang
berharga ?
5.
Apakah yang dimaksud dengan akseptasi ?
6.
Apakah yang dimaksud dengan regres ?
1.3 TUJUAN
Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk
mengetahui :
1. pengertian
surat berharga dan surat yang berharga
2. perbedaan surat berharga dan surat yang berharga
3. jenis-jenis
surat berharga
4. jenis-jenis
surat yang berharga
5. Apa
itu akseptasi
6. Apa
itu regres
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Definisi
Surat Berharga
Telah
saya katakan dimuka, bahwa surat perniagaan itu terdiri dari surat berharga dan
surat yang berharga. Untuk sampai pada pengertian tersebut, maka saya perlu
membicarakan dulu tentang definisi surat berharga dan surat yang berharga.
Dalam Undang-Undang tidak ada definisi surat berharga maupun surat yang
berharga.
a. Molengraff
dalam bukunya “Leidraad II” mengatakan: akta atau surat bukti, yang menurut
keputusan/kehendak penerbit atau ketentuan Undang-Undang adalah satu-satunya
alat pengesahan, setidak-tidaknya diperlukan untuk penagihan, itu disebut surat
berharga atau surat yang berharga. Dalam definisi ini Molengraff memandang
surat berharga dan surat yang berharga dalam satu kelompok.
b. Zevenbergen
dalam bukunya “Leerboek” mengatakan surat kepada pengganti dan kepada pembawa
termasuk golongan surat berharga. Menurut beberapa penulis keduanya
merupakan satu-satunya kelompok jenis
surat berharga. Tetapi menurut pendapat yang diikuti, surat berharga meliputi
juga golongan ketiga, akta tertulis yaitu surat rekta. Disini jelas, bahwa
zevenbergen berpendapat bahwa surat berharga itu ada tiga jenis, yaitu:
·
Surat kepada pengganti (aan onder, to
order)
·
Surat kepada pembawa ( aan tonder, to
bearer)
·
Surat rekta (rekta papieren)
c. Scheltema/Wiarda
dalam bukunya “wissel en chequeracht” berpendapat pada akhir tinjauan kami
mengenai surat berharga kami berpendapat bahwa akta kepada pengganti dan akta
kepada pembawa adalah akta-akta yang sengaja dibuat atau diterbitkan untuk member pembuktian tentang perikatan
yang disebut didalamnya. Jadi, menurut Scheltema dan Wiarda, yang termasuk
surat berharga ialah akta kepda pengganti dan kepada pembawa saja, surat rekta
tidak termasuk.
Menurut
saya “surat berharga itu surat bukti tuntutan utang, pembawa hak dan mudah
diperjualbelikan”, dengan penjelasan sebagai berikut:
Unsure
pertama: surat bukti tuntutan utang.
Yang
dimaksud dengan istilah “surat” disini ialah “akta” sedangkan arti akta ialah
surat yang ditandatangani, sengaja dibuat untuk dipergunakan sebagai alat
bukti. Penandatanganan akta itu pada semua apa yang tercantum dalam akta
tersebut. Jadi akta itu merupakan tanda bukti adanya perikatan (utang) dari
sipenanda tangan. Yang dimaksud dengan utang disini ialah perikatan yang harus
ditunaikan oleh si penandatangan akta (debitur). Sebaliknya, si pemegang akta
(kreditur) itu mempunyai hak menuntut kepada orang yang menandatangani akta
tersebut. Tuntutan itu dapat berwujud uang, misalnya cek, dapat berwujud benda,
misalnya konosemen (B/L) dan dapat pula berwujud tuntutan macam lain, misalnya
carter patai (Charter Party).
Unsure
kedua: pembawa hak
Yang
dimaksud dengan hak disini ialah hak untuk menuntut sesuatu kepada debitur.
Surat berharga itu pembawa hak (dragger van recht), yang berarti bahwa hak
tersebut melekatpada akta surat berharga, seolah-olah menjadi satu atau
senyawa. Ini berarti kalau akta tersebtu hilang atau musnah, maka hak menuntut
juga turut hilang.
Unsure
ketiga: mudah diperjualbelikan
Agar
surat berharga tersebut mudah diperjualbelikan harus diberi bentuk kepada
pengganti (aan order, to order) atau bentuk kepada pembawa (aan tonder, to
bearer).
Wirjono
Prodjodikoro menjelaskan bahwa istilah surat berharga atau waarde papier atau negotiable
instrument digunakan untuk surat-surat yang bersifat seperti uang tunai
yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran. Hal ini memiliki arti bahwa
surat berharga dapat diperdagangkan atau dapat ditukarkan dengan uang tunai.[6]
Sedangkan
menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 Tentang perbankan menjelaskan bahwa,
“Surat Berharga adalah surat pengakuan utang, wesel, saham, obligasi, sekuritas
kredit atau setiap derivative dari surat berharga atau kepentingan lain atau
suatu kewajiban penerbit, dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar
modal dan pasar uang.”
Dalam
pasal 1 angka (5) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1995 Tentang Pasar Modal, surat
berharga dapat juga disebut sebagai efek yang meliputi surat pengakuan utang,
surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan
kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek dan setiap derivative
dari surat berharga (efek).
2.2
DEFINISI SURAT YANG BERHARGA
Dimuka
saya telah membicarakan tentang surat berharga serta definisinya, sekarang tiba
saatnya untuk membicarakan tentang surat yang berharga. Definisi surat berharga
ialah surat bukti tuntutan utang, pembawa hak, dan mudah diperjualbelikan.
Karena perbedaan pokok antara surat berharga dan surat yang berharga terletak
pada sifat mudah atau sukar diperjualbelikan, artinya surat berharga mudah
diperjualbelikan, sedangkan surat yang berharga sukar diperjualbelikan, maka
definisi surat yang berharga menjadi: surat bukti tuntutan utang yang sukar
diperjualbelikan. Definisi surat yang berharga ini mengandung dua unsure,
yaitu:
Unsure
pertama: surat bukti tuntutan utang
Persoalan
ini adalah sama saja dengan unsure pertama pada surat berharga yaitu surat yang
membuktikan adanya hak menuntut utang kepada debitur. Tetapi hak menunutut
utang kepada debitur tersebut tidak senyawa dengan akta, artinya bila akta
hilang atau musnah, maka hak menuntut tidak turut musnah. Dapat dibuktikan
dengan alat pembuktian lain misalnya: saksi, pengakuan debitur, dan lain-lain.
Unsure
kedua: sukar diperjualbelikan
Kalau
surat berharga mempunyai sifat mudah diperjualbelikan karena akta tersebut
dibuat dengan bentuk kepada pengganti atau kepada pembawa, maka sebaliknya
surat yang berharga mempunyai sifat sukar diperjualbelikan karena sengaja
dibuat dalam bentuk yang mempunyai akibat hukum sukar diperjualbelikan. Bentuk
ini ialah:
a. Atas
nama
Bentuk ini berwujud, bahwa nama pemilik
akta (kreditur) ditulis dengan jelas dalam akta itu, tanpa tambahan apa-apa.
Akibat adanya bentuk ini ialah, bila akta ini akan dipindahkan kepada orang
lain, harus mempergunakan sesi (cessie).
b. Tidak
kepada pengganti
Istilah tidak kepada pengganti (niet aan
order) ini terdapat pada pasal 110 ayat (2) yang berbunyi: “apabila penerbit
dalam surat itu mempergunakan ungkapan tidak kepada pengganti atau ungkapan
lain yang sejenis, maka surat wesel itu tidak bisa dipindahkan kepada orang
lain, melainkan dengan cara cessie biasa dengan segala akibat”.
c. Bentuk
lain
Yang dimaksudkan oleh penerbitnya untuk
tidak dapat diperalihkan kepada orang lain.
2.3
JENIS-JENIS SURAT BERHARAGA
Dimuka
saya telah membicarakan jenis-jenis surat berharga, sekarang sampailah saya
pada waktunya untuk membicarakan jenis-jenis surat berharga, yakni:
1. surat
wesel
surat berharga yang memuat kata wesel
didalamnya, diterbitkan pada tanggal dan tempat tertentu, dimana penerbit
member perintah tak bersyarat kepada tertarik untuk membayar sejumlah uang
kepada orang yang ditunjuk atau penggantinya pada tanggal dan tempat tertentu.[7]
Surat wesel mempunyai unsure-unsur
sebagai berikut:[8]
a. surat
wesel mempunyai judul atau nama “surat wesel”
b. surat
wesel memiliki perintah tak bersyarat untuk membayar suatu jumlah uang
tertentu.
c. Surat
wesel memiliki nama orang atau pihak yang harus membayar (tertarik).
d. Surat
wesel memiliki hari dan tanggal jatuh tempo pembayaran.
e. Surat
wesel memiliki tempat dilakukan pembayaran.
f. Surat
wesel memiliki nama orang atau pihak sebagai penerima pembayaran.
g. Surat
wesel memiliki hari ditandatangani beserta tempat penarikan surat wesel itu.
h. Surat
wesel memiliki tanda tangan dari orang atau pihak yang mengeluarkan surat wesel
itu (penarik).
2. surat
sanggup
dalam arti surat berharga yang memuat
kata “askep” atau promes dalam mana penerbit menyanggupi untuk membayar
sejumlah uang kepada orang yang disebut dalam surat sanggup itu atau
penggantinya atau pembawanya pada hari bayar.[9]
Berdasarkan pasal 174 KUHD, surat
sanggup memiliki unsure-unsur sebagai berikut:
a. surat
sanggup memiliki klausula tertunjuk maupun sebutan, “surat sanggup” atau promes
kepada tertunjuk yang digunakan dalam hak atas itu.
b. Surat
sanggup memiliki materi peyanggupan tak bersyarat untuk membayar sejumlah uang
tertentu.
c. Surat
sanggup memiliki pernyataan yang menunjukkan tentang hari jatuh tempo dan
tempat pembayaran yang harus dilakukan.
d. Surat
sanggup memiliki nama orang atau pihak sebagai penerima pembayaran.
e. Surat
sanggup memiliki hari ditandatangani beserta tempat penarikan surat sanggup.
f. Surat
sanggup memiliki tanda tangan dari orang atau pihak yang mengeluarkan surat
sanggup (penarik).
Perbedaan
antara surat sanggup dengan wesel adalah sebagai berikut:[10]
a. surat
sanggup tidak mempunyai tersangkut
b. penerbit
dalam surat sanggup tidak memberikan perintah untuk membayar, tetapi
menyanggupi untuk membayar.
c. Penerbit
surat sanggup tidak menjamin seperti penerbit wesel, tetapi melakukan
pembayaran sendiri sebagai debitur surat sanggup.
d. Penerbit
surat sanggup tidak menjadi debitur regres, tetapi debitur surat sanggup.
e. Penerbit
surat sanggup merangkap kedudukan sebagai akseptan pada wesel yaitu mengikatkan
diri untuk membayar.
3. cek
surat berharga yang berisi perintah
tidak bersyarat kepada bank yang memelihara rekening nasabah untuk membayarkan
suatu jumlah uang tertentu kepada orang tertentu atau yang ditunjuk olehnya
atau kepada pembawanya.[11]
Berdasarkan pasal 178 KUHD cek memiliki
unsure-unsur sebagai berikut:
a. memiliki
judul atau nama “cek”
b. cek
memiliki perintah tak bersyarat untuk membayar suatu jumlah uang tertentu.
c. Cek
memilki nama atau pihak yang harus membayar
d. Cek
memiliki tempat dilakukan pembayaran
e. Cek
memilki hari ditandatangani beserta tempat penarikan cek itu.
f. Cek
memilki tanda tangan dari orang atau pihak yang mengeluarkan cek itu.
2.4 JENIS-JENIS SURAT YANG BERHARGA
Sesudah
saya membicarakan definisi serta unsure-unsur pengertian surat berharga dan
surat yang berharga, maka sampailah saya membicarakan jenis-jenisnya. Kali ini
mengenai jenis-jenis surat yang berharga, sebagai berikut:[12]
a. surat rekta
akta yang menurut Undang-Undang
dapat diberi bentuk sebagai surat berharga, tetapi karena para pihak
menghendaki agar akta itu sukar diperjualbelikan, maka akta itu diberi bentuk
tertentu sehingga menjadi surat yang berharga, misalnya: surat wesel, menurut
undang-undang diberi bentuk sebgai surat berharga, yakni dengan bentuk atas
nama “tidak kepada pengganti”, maka wesel tersebut menjadi surat yang berharga
(pasal 110 ayat (2) KUHD).
b. surat bukti diri
surat tuntutan utang, biasanya nama
pemiliknya tidak disebut dalam akta, yang menimbulkan anggapan bahwa
pemegangnya adalah yang berhak. Missal jenis bukti diri ialah: KTP, surat tanda
pegawai, Karcis kereta api/bis/kapal dan lain-lain.
c. surat pengakuan/perintah membayar
utang atas nama
surat pengakuan utang atas nama yang
diterbitkan dan ditandatangani oleh debitur dan diserahkan kepada kreditur
dengan maksud tidak diperjualbelikan. Contohnya: surat deposito berjangka,
bilyet giro dan lain-lain.
2.5 KRITERIA SURAT BERHARGA
Suatu
dokumen dan sertifikat dapat disebut sebagai surat berharga, apabila surat
berharga memiliki karakter khusus, seperti:[13]
- Dapat dijadikan sebagai alat pembayaran (alat tukar uang);
- Dapat dijadikan alat untuk memindah hak tagih (diperjualbelikan dengan mudah atau sederhana);
- Dapat dijadikan sebagai surat bukti hak tagih.
Suatu
dokumen atau sertifikat dapat dikatakan sebagai surat berharga, apabila
memiliki unsure-unsur sebagai berikut:[14]
- Surat berharga memiliki tanda bukti tuntutan utang dari pihak yang menandatangani surat dan pemegang mempunyai hak memunutut pembayaran utama;
- Surat berharga memiliki hak yang melekat kepada pembawa surat.
- Surat berharga mudah untuk diperjualbelikan dan mudah untuk dialihkan dengan penyerahan secara fisik.
Surat
berharga memiliki dua (2) fungsi utama, yaitu:[15]
- Surat berharga yang memiliki fungsi sebagai alat untuk dapat diperdagangkan.
- Surat berharga yang memiliki fungsi sebagai alat bukti terhadap utang yang telah ada.
Berdasarkan
sifat yang dimiliki oleh surat berharga, sebagian para ahli hukum membagi surat
berharga menjadi tiga (3) sifat, yaitu:
- Surat berharga yang memiliki sifat hukum kebendaan (zakenrechtelijke papieren).
- Surat berharga yang memiliki sifat sebagai tanda keanggotaan dari persekutuan (lidmaatschaps papieren).
- Surat berharga yang memiliki sifat sebagai tagihan utang (schuldvorderingspapieren).
2.6 TEORI
TENTANG SURAT BERHARGA
Berdasarkan teori yang berkembang
tentang daya mengikat surat berharga, teori-teori yang berkembang dapat dideskripsikan
sebagai berikut:[16]
1. Teori Kreasi (Creatie Theorie), dalam arti teori yang memperjelas bahwa surat
berharga mengikat penerbit, karena tindakan penerbit menandatangani surat
berharga, sehingga penerbit akan selalau terikat, meskipun pihak pemegang surat
berharga telah beralih kepada pihak berbeda dari pemegang semula.
2. Teori Kepatutan (Radelijkheids Theorie), dalam arti teori
yang menjelaskan bahwa pihak penerbit surat berharga terikat dan wajib membayar
nilai yang tercantum dalam surat berharga kepada pihak-pihak pemegang surat
berharga secara patut.
3. Teori Perjanjian (Overeenkonmst Theorie), dalam arti teori yang menjelaskan bahwa
penebit surat berharga terikat, karena penerbit telah membuat perjanjian dengan
pihak pemegang surat berharga.
4. Teori Penunjukan (Vertonings Theorie), dalam arti teori
yang menjelaskan bahwa penerbit akan terikat pada surat berharga, karena pihak
pemegang surat berharga menunjukkan surat berharga kepada penerbit untuk
mendapatkan pembayaran.
2.7
DASAR HUKUM
Surat berharga diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang dapat ditemukan dalam buku I Bab VI dan Bab VII
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang yang mengatur surat berharga tentang wesel,
surat sanggup, kuitansi-kuitansi dan promes atas tunjuk. Sedangkan surat
berharga yang diatur diluar Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dapat ditemukan di
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan dan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1995 Tentang Pasar Modal, seperti Bilyet Giro, Travels Cheque, saham, dan
obligasi.
Lebih lanjut Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang telah menyatakan surat berhaga secara tegas sebagaimana tercantum
dalam pasal 60, pasl 96 dan pasal 469 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang,
meskipun secara khusus Kitab Undang-Undang Hukum Dagang telah merumuskan surat
berharga dalam Bab VI tentang surat wesel dan surat sanggup, serta pada Bab VII
Tentang Cek dan Kuitansi.
Secara Umum, keberadaan surat
berharga dapat dikategorikan menjadi tiga (3) jenis, yaitu surat berharga yang
diperdagangkan dalam transaksi perbankan, surat berharga yang diperjualbelikan
dalam perdagangan umum.
Salah satu surat berharga yang
diperjualbelikan dalam perdagangan umum, ialah resi gudang, karena resi gudang
dapat mewakili barang yag disimpan di gudang, sehingga resi gudang dapat
diperdagangkan, diperjualbelikan, dipertukarkan, atau digunakan, sebagai
jamina atas suatu pinjaman atau atas
suatu pengiriman barang dalam transaksi derivative, seperti kontrak serah (futures contract).
2.8
TENTANG
AKSEPTASI
Akseptasi adalah suatu pernyataan
kesanggupan dari tersangkut untuk membayar wesel itu nanti pada hari gugur,
atau dengan kata lain ia mengikat dirinya untuk membayar wesel itu pada hari
gugurnya. Menurut pasal 120, akseptasi itu dimintakan atau ditawarkan pemegang
atau oleh orang yang hanya menyimpannya saja kepada tersangkut.[17]
2.8.1
Kewajiban pemegang meminta akseptasi:
Kewajiban untuk meminta akseptasi, pada
umumnya tidaklah ada. Sebagai aturan pokok ialah bahwa akseptasi itu dapat
dimintakan, jadi bukan satu keharusan memintanya. Juga tanpa akseptasi, tagihan
didalam wesel itu dapat dimintakan pembayaran pada hari gugur. Dan kalau
terjadi non pembayaran maka penerbit dan endosan-endosan menjadi berwajib
regres, sehingga pemegang selalu terjamin.
Memang dengan akseptasi itu jaminan akan
adanya pembayaran menjadi dipertinggi, oleh karena akseptan sudah berjanji
secara resmi bahwa ia akan membayar.
Pengecualian:[18]
1. Ada
juga wesel yang akseptannya harus dimintakan
a. Nazichtwissel
= pasal 122 jo. Pasal 134 KUHD.
Kalau akseptasi dari wesel ini tidak
dimintakan maka hari gugurnya tidak dapat ditentukan dan pembayaran tidak dapat
dimintakan, dan dengan demikian tidak ada pula wajib regres karena non
pembayaran.
b. Wesel
yang oleh penerbit atau endosan ditentukan harus dimintakan akseptasi dengan
atau tidak dengan penentuan sautu tenggang (pasal 121 ayat 1 dan 4).
2. Wesel
yang tidak dapat dimintakan akseptasi
Ini adalah wesel yang dimaksud oleh
pasal 121 ayat 2 dimana peneerbit melarang wesel itu dimintakan akseptasinya
dengan memakai klausula “non akseptabel”.
2.8.2
Tempat
akseptasi
Menurut pasal 124
ayat 1 : akseptasiitu harus ditempatkan pada wesel dan ditandatangani
oleh tersangkut. Jadi tidak ditempatkan pada alonge, sebagaimana aval dan
endosemen.
2.8.3 akseptasi harus tidak bersyarat
Menurut
pasal 25 ayat 1 maka akseptasi itu haruslah tidak bersyarat. Artinya, bahwa
akseptasi itu harus mengenai jumlah yang
diperintahkan oleh penerbit untuk dibayar tersangkut. Tersngkut jika ingin
mengakseptir tidak boleh sekehendak hatinya untuk merubah jumlah yang telah
diperintahkan oleh penerbit untuk dibayar.
2.9
TENTANG
REGRES
Regres artinya menuntut pembayaran
beerdasarkan keadaan yang tidak biasa, yaitu menuntut pembayaran berdasarkan
hal-hal yang merupakan penghalang untuk memperoleh pembayaran sebagaimana
seharusnya.
2.9.1
apa yang dituntut dengan hak regres
Ini diatur dalam pasal 147 yaitu:
Jumlah dari surat wesel yang tidak
diakseptir atau tidak dibayar, dengan bunganya apabila ini diperjanjikan.
Bunga 6% dihitung sejak hari gugur
Biaya-biaya protes, biaya pemberitahuan
yang telah dilakukan, juga biaya-biaya lainnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
surat
berharga atau waarde papier atau negotiable instrument digunakan untuk
surat-surat yang bersifat seperti uang tunai yang dapat digunakan untuk
melakukan pembayaran. Hal ini memiliki arti bahwa surat berharga dapat
diperdagangkan atau dapat ditukarkan dengan uang tunai.
Karena perbedaan pokok antara surat berharga dan surat yang berharga terletak
pada sifat mudah atau sukar diperjualbelikan, artinya surat berharga mudah
diperjualbelikan, sedangkan surat yang berharga sukar diperjualbelikan, maka
definisi surat yang berharga menjadi: surat bukti tuntutan utang yang sukar
diperjualbelikan.
Jenis-jenis surat berharga ialah cek,
surat sanggup, wesel, dan lain-lain. Sedangkan jenis dari surat yang berharga
ialah surat rekta, surat bukti, surat pengakuan, dan sebagainya.
Dasar hukum Surat berharga diatur
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dapat ditemukan dalam buku I Bab VI dan
Bab VII Kitab Undang-Undang Hukum Dagang yang mengatur surat berharga tentang
wesel, surat sanggup, kuitansi-kuitansi dan promes atas tunjuk. Sedangkan surat
berharga yang diatur diluar Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dapat ditemukan di
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan dan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1995 Tentang Pasar Modal, seperti Bilyet Giro, Travels Cheque, saham, dan
obligasi.
Lebih lanjut Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang telah menyatakan surat berhaga secara tegas sebagaimana tercantum
dalam pasal 60, pasl 96 dan pasal 469 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang,
meskipun secara khusus Kitab Undang-Undang Hukum Dagang telah merumuskan surat
berharga dalam Bab VI tentang surat wesel dan surat sanggup, serta pada Bab VII
Tentang Cek dan Kuitansi.
3.2 SARAN
Tidak adanya Undang-Undang yang mengatur tentang
surat berharga menimbulkan berbagai masalah yang timbul terkait dengan surat
berharga seperti pengguaan cek kosong dan sebagainya. Padahal di era saat ini
surat berharga surat sangat lazim digunakan dalam dunia perdagangan sebab ketidakmungkinan melakukan pembayaran
dengan mata uang.
DAFTAR
PUSTAKA
Referensi
Perundang-Undangan
Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan
Referensi Buku
Abdulkadir
Muhammad. 1984. Hukum Dagang Tentang Surat-Surat Berharga. Bandung: Alumni.
Dijan Wijiowati. 2012. Hukum Dagang. Yogyakarta: CV. Andi.
Enny Pangaribuan. 1982.
Hukum Dagang Surat-Surat Berharga.
Yogyakarta: seksi hukum dagang FH UGM.
H.M.N.
Purwosutjipto. 2000. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia Jilid 7.
Jakarta:
Djambatan.
Wirjono Projodikoro.
1992. Hukum Wesel, cek dan askep di
Indonesia. Bandung: sumur.
[2]
Ibid.,
[3]
Ibid.,
[4]
Ibid.,
[5] H.M.N.
Purwosutjipto. 2000. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia Jilid 7. Jakarta:
Djambatan, hlm 1.
[6]
Wirjono Projodikoro. 1992. Hukum Wesel,
cek dan askep di Indonesia. Bandung: sumur, hlm 34.
[7]
Dijan Wijiowati. 2012. Hukum Dagang.
Yogyakarta: CV. Andi, hlm 172.
[8]
Ibid., hlm 173.
[9]
Ibid., hlm 174.
[10]
Ibid., hlm 176.
[11]
Ibid., hlm 169.
[12] H.M.N.
Purwosutjipto. 2000. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia Jilid 7. Jakarta:
Djambatan, hlm 10.
[13] Dijan
Wijiowati. 2012. Hukum Dagang.
Yogyakarta: CV. Andi, hlm 164.
[14] H.M.N.
Purwosutjipto. 1984. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, jilid 7. Jakarta:
Djambatan, hlm 5.
[15]
Dijan Wijiowati. 2012. Hukum Dagang.
Yogyakarta: CV. Andi, hlm 165.
[16]
Ibid., hlm 167.
[17]
Enny Pangaribuan. 1982. Hukum Dagang
Surat-Surat Berharga. Yogyakarta: seksi hukum dagang FH UGM, hlm 57.
[18]
Ibid., hlm 59.
Comments
Post a Comment