Hak Pendidikan Bgi Terpidana Anak



 
Pendahuluan
            Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada alenia ke-4 menjelaskan bahwa “... melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial ...”.[1] Maka pemerintah Indonesia memiliki tanggung jawab negara (responsibility of state) untuk melindungi hak setiap warga negara Indonesia tanpa terkecuali.
            Hal ini berkaitan dengan pasal 27 ayat (2) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengatakan bahwa tiap–tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.[2] Untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak, otomatis diperlukan pendidikan. Bagaimana orang mendapatkan pekerjaan yang layak tanpa adanya pendidikan yang memadai? Tidak terkecuali untuk terpidana anak agar dapat memperbaiki kehidupannya setelah hukumannya selesai.
            Anak adalah salah satu bagian terpenting yang tidak dapat terpisahkan dari keberlangsungan sebuah negara. Dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas diperlukan pendidikan secara terus menerus demi kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan social serta perlindungan dari hal yang membahayakan mereka.
            Dalam hal upaya perlindungan tersebut, kadang-kadang dijumpai penyimpangan perilaku dikalangan anak, bahkan lebih dari ini terdapat anak yang melakukan perbuatan melanggar hukum tanpa mengenal status sosial dan ekonomi. Seiring dengan laju perkembangan industrialisasi dan urbanisasi tingkat kejahatan semakin meningkat. Bentuk dan jenis kejahatan ternyata bukan hanya dari kalangan orang dewasa saja, akan tetapi anak-anak juga melakukan kejahatan. Sehingga pelaku kajahatan terbsebut dijatuhi hukuman pidana, salah satunya pidana penjara.
Walaupun demikian negara harus tetap memenuhi hak-hak anak tersebut. termasuk hak untuk mendapatkan pendidikan. Bagaimana pengaturan hak pendidikan bagi terpidana anak? Bagaimana pelaksanaannya di lapangan? Apa saja kendala yang dihadapi dalam pemenuhan hak tersebut? Akan kita bahas lebih dalam.
Dasar Pengaturan
Hak atas pendidikan sebagai bagian dari hak asasi manusia di Indonesia tidak sekadar hak moral melainkan juga hak konstitusional. Ini sesuai dengan ketentuan UUD 1945, khususnya Pasal 28 C Ayat (1) yang menyatakan, “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak memperoleh pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”.[3]
Pasal 60 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia memperkuat dan memberikan perhatian khusus pada hak anak untuk memperoleh pendidikan sesuai minat, bakat dan tingkat kecerdasannya.[4] Penegasan serupa tentang hak warga negara atas pendidikan juga tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.[5]
Dalam konteks pemenuhan hak atas pendidikan, negara menjadi pihak utama yang bertanggung jawab untuk menjaminnya. Pada Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak terdapat penegasan bahwa negara (dalam hal ini pemerintah) memiliki tanggung jawab memberikan biaya pendidikan dan/atau bantuan cuma-cuma atau pelayanan khusus bagi anak dari keluarga tidak mampu, anak terlantar, dan anak yang bertempat tinggal di daerah terpencil. [6]
Di tingkat Internasional, Kovenan Internasional Hak ECOSOB yang telah diratifikasi Indonesia melalui UU No. 11 tahun 2005, tentang hak atas pendidikan Negara memiliki kewajiban untuk :
a. Pendidikan dasar harus diwajibkan dan tersedia secara cuma-cuma bagi semua orang;
b. Pendidikan lanjutan dalam berbagai bentuknya, termasuk pendidikan teknik dan kejuruan tingkat menengah, harus tersedia secara umum dan terbuka bagi semua orang dengan
c.  segala cara yang layak dan khususnya dengan menerapkan pendidikan cuma-cuma secara bertahap;
d. Pendidikan tingkat tinggi harus dapat dicapai oleh siapa pun juga, berdasarkan kapasitas, dengan cara-cara yang layak, dan khususnya dengan menerapkan pendidikan cuma-cuma secara bertahap;
e. Pendidikan dasar harus sedapat mungkin didorong atau diintensifkan bagi orang-orang yang belum pernah menerima atau menyelesaikan keseluruhan periode pendidikan dasar mereka;
f.  Pengembangan suatu sistem sekolah pada semua tingkat harus diupayakan secara aktif, suatu sistem beasiswa yang memadai harus dibentuk, dan kondisi-kondisi material staf pengajar harus ditingkatkan secara berkelanjutan.
Dari sekian banyak pengaturan pengaturan di atas menyebutkan kata “setiap orang” atau sejenisnya. Dapat diartikan bahwa seluruh warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang layak, tak terkecuali terpidana anak. Pengaturan lebih khusus mengenai pendidikan bagi terpidana anak diatur dalam pasal 14 ayat (1) butir c Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.[7] Peraturan pelaksananya terdapat dalam Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan sebagaimana yang telah diubah oleh Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2006, dan diubah kedua kalinya oleh Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012.[8]
Selanjutnya dalam substansi ketentuan Konvensi Hak-Hak Anak, Komite Hak Anak mengkategorikan anak-anak berikut sebagai kelompok khusus anak-anak yang membutuhkan upaya perlindungan secara khusus :[9]
  1. Anak-anak dalam situasi darurat (children in situation of emergency), yakni pengungsi anak (children refugee) baik pengungsi lintas negara maupun pengungsi dalam negeri (internally displaced people) dan anak yang berada dalam situasi konflik bersenjata (children in situation of armed conflict)
  2. Anak dalam situasi eksploitasi, meliputi eksplotasi ekonomi, penyalahgunaan obat (drug abuse), eksplotasi seksual, perdagangan anak (trafficking), dan ekploitasi bentuk lainnya.
  3. Anak yang berhadapan dengan hukum (children in conflict with the  Law)
  4. Anak yang berasal dari masyarakat adat dan kelompok minoritas (children from indigenous people and minorities.
Pada substansi tersebut disebutkna secara jelas dalam butir ketiga bahwa anak yang berhadapan dengan hukum harus mendapatkan upaya perlindungan khusus termasuk pendididkannnya saat anak tersebut dijatuhi hukuman pidana.
Pelaksanaan pemenuhan hak untuk mendapatkan pendidikan bagi terpidana anak.
Satu tujuan sistem peradilan pidana adalah mengusahakan agar mereka yang pernah melakukan tindak pidana tidak mengulangi lagi kejahatannya.[10] Pemidanaan dalam sistem peradilan pidana merupakan proses paling kompleks karena melibatkan banyak orang dan institusi yang berbeda.[11] Masih banyaknya fakta di lapangan dimana dari tahun ke tahun jumlah kejahatan yang melibatkan anak-anak sebagai pelakunya.[12] menunjukan bahwa penjatuhan sanksi pemidanaan bagi mereka belum mencapai tujuannya.
Tujuan dari pembinaan yang dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan adalah agar narapidana tidak mengulangi lagi perbuatannya dan bisa menemukan kembali kepercayaan dirinya serta dapat diterima menjadi bagian dari anggota masyarakat.Selain itu pembinaan juga dilakukan terhadap pribadi dari narapidana itu sendiri. Tujuannya agar narapidana mampu mengenal dirinya sendiri dan Pemasyarakatan merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata cara peradilan pidana, yang dikenal sebagai bagian integrasi dari tata peradilan terpadu (Integrated Criminal Justice System).[13] Dengan demikian, pemasyarakatan baik ditinjau dari sistem, kelembagaan, cara pembinaan dan petugas pemasyarakatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari satu rangkaian proses penegakan hukum.
Dalam Undang-Undang ,Pasal 1 ayat 2 menegaskan bahwa :[14]

“ Sistem Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batasserta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkanPancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina,dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas Warga BinaanPemasyarakatan agar menyadari keasalahan, memperbaiki diri, dan tidakmengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali olehlingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dandapat hidup secara wajar sebagai warga negara yang baik danbertanggung jawab “.

Sistem pemasyarakatan di Indonesia sebenarnya adalah pengganti dari sistem kepenjaraan yang merupakan warisan kolonial. Istilah pemasyarakatan ini pertama kali dicetuskan oleh Sahardjo dalam pidato penganugerahan gelar Doktor Honoris Causa dalam ilmu hukum oleh Universitas Indonesia diIstana Negara Jakarta pada tanggal 5 Juli 1963 dengan judul Pohon Beringin Pengayoman Hukum, dimana selain mengemukakan konsepsi tentang hukum nasional, juga mengemukakan tentang tujuan pidana penjara yaitu disamping menimbulkan rasa derita pada terpidana karena dihilangkannya kemerdekaan bergerak, pidana bertujuan untuk membimbing terpidana agar bertobat, memberikan pendidikan supaya ia menjadi seorang anggota masyarakat sosialis yang berguna. Dengan kata lain tujuan pidana penjara adalah pemasyarakatan.[15]
Oleh karena itu, di dalam Lembaga Pemasyarakatan, anak tidak hanya di tempatkan dalam sel-sel sehingga anak terisolir. Anak juga mendapatkan pendidikan layaknya anak di luar Lembaga Pemasyarakatan. Pendidikan ini tidak hanya sebatas pada pendidikan formal, namun juga pendidikan informal, yang bertujuan untuk memberikan bekal keterampilan kepada anak sekeluarnya dari Lembaga Pemasyarakatan.
Pendidikan itu antara lain:[16]
1.      Formal  
a.       Tingkat SD
Dalam memberikan pendidikan bagi anak usia SD, pihak lapas dapat bekerjasama dengan pihak pemerintah daerah. Sebagai contoh  hal ini dapat dilihat dengan adanya SD yang ada di dalam Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Blitar. SD yang berada di dalam lapas tersebut diberi nama SD Istimewa 3. Hasil kerjasama antara Lembaga Pemasyarakatan dengan Pemerintah Daerah Blitar. Dengan adanya SD Istimewa 3 di dalam Lembaga Pemasyarakatan Anak Klas IIA Kota Blitar, dapat dikatakan bahwa pihak Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Kota Blitar telah memberikan pendidikan bagi anak usia SD yang berada di dalam tempat tesebut. Pendidikan yang diberikan untuk anak usia SD, diberikan secara terus menerus dengan jadwal yang tidak menentu, terkadang anak usia SD mendapatkan pendidikan 2x seminggu atau bahkan 3x seminggu. Pihak Lembaga Pemasyarakatan Anak Klas IIA Kota Blitar menyediakan ruangan khusus yang dipergunakan sebagai ruangan belajar mengajar bagi anak usia SD ketika mereka mendapatkan pembelajaran.
b.      Tingkat SMP
Dalam memberikan pendidikan di tingkat SMP. Lembaga Pemasyarakatan dapat bekerja sama dengan Lembaga Pendidikan yang ada di sekitarnya. Sebagai contoh Pada awalnya, pihak Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas IIA Kota Blitar agak kesulitan dalam memberikan pendidikan bagi narapidana anak yang seharusnya mendapatkan pendidikan bagi anak SMP. Namun akhirnya mereka dapat medapatkan solusi dengan bekerja sama dengan SMP Agro Imam Safi’i. Dengan bekerjasamanya pihak Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas IIA Kota Blitar dengan SMP Agro Imam Safi’i ini, maka pendidikan bagi anak usia SMP akhirnya dapat diberikan kepada para narapidana anak.
c.       Tingkat SMA
Selain memberikan pendidikan seperti telah disebtukan diatas Lembaga Pemasyarakatan dapat memberikan kesempatan kepada narapidana anak kesempatan untuk mengikuti ujian kesetaraan baik dari Paket A, B sampai Paket c yang setara dengan tingkat SMA. Ujian kesetaraaan Paket C ini pada umumnya diselenggarakan di luar dari lokasi Lemabaga Pemasyarakatan. Pada waktu para narapidana anak menjalani ujian ini, pihak lapas bekerjasama dengan pihak luar lapas dalam penyelenggaraannya, dan para narapidana anak ini diantar dan dijemput, namun juga ketika menjalani ujiannya, para narapidana anak ini tetap dalam pengawasan pihak lapas.
2.      Informal:
Pendidikan Informal ini terbagi atas 2, yakni:
a.       Pendidikan Kerohanian.
Pendidkan kerohanian ini merupakan salah satu hal yang penting dan wajib diberikan kepada setiap narapidana anak. Hal ini dikarenakan ketika seorang anak sampai masuk ke dalam penjara, berarti ada sesuatu yang salah dalam dirinya. Selain memberikan pengetahuan/pendidikan berupa mata pelajaran wajib, pihak lapas juga memberikan pendidikan kerohanian. Pendidikan kerohanian ini dirasa perlu karena sebagai dasar pembentukan karakter seseorang. Dengan memberikan pendidikan kerohanian kepada setiap narapidana anak, diharapkan setiap narapidana memiliki kesadaran akan tindakan yang mereka lakukan sehingga mereka masuk ke dalam Lembaga Pemasyarakatan tersebut adalah tindakan yang salah. Selain itu, pendidikan kerohanian ini juga berperan penting dalam perkembangan setiap narapidana anak.
b.      Pendidikan keterampilan
Pendidikan Keterampilan ini diberikan sebagai salah satu perhatian yang diberikan pihak Lembaga Pemasyarakatan terhadap masa depan setiap narapidana anak yang berada di dalam lapas. Hal ini dikarenakan sekeluarnya mereka dari lapas, tidak dapat dipastikan bahwa mereka akan dengan mudah diterima oleh masyarakat. Semua ini dikarenakan adanya Labelling yang diberikan oleh masyarakat kepada narapidana.[17] Maka dengan mempertimbangkan hal tersebut, pendidikan keterampilan ini menjadi sesuatu yang dapat dikatakan penting untuk diberikan, dikarenakan keterampilan yang diberikan ini diharapkan menjadi pegangan/dasar/modal awal bagi narapidana sekeluarnya mereka dari lapas. Karena menyadari akan hal tersebut, pihak Lembaga Pemasyarakatan memberikan pendidikan keterampilan pada setiap narapidana anak yang berada di dalam lapas. Pendidikan keterampilan ini meliputi keterampilan di bidang bercocok tanam, kursus potong rambut, kursus di bidang menjahit, dll.

Kendala Pelaksanaan Pendidikan bagi terpidana anak
Pendidikan adalah suatu kegiatan yang sadar akan tujuan dimana tujuan pendidikan dalam rangka membawa anak kearah tingkat kedewasaan.[18] Sedangkan menurut Henderson, pendidikan merupakan suatu proses pertumbuhan dan perkembangan, sebagai hasil interakasi individu dengan lingkungan social dan lingkungan fisik, berlansung sepanjang hayat sejak manusia lahir.[19]
Setiap bentuk pendidikan dan pembinaan yang dikerjakan hampir pasti memiliki kendala, baik itu yang berskala besar atau kecil. Sebagai contoh kendala yang ada selama dalam upaya pemenuhan hak pendidikan dan pembinaan terpidana anak adalah:[20]
Kendala Yuridis
Salah satu kendala yang dihadapi Rutan Lembaga Pemasyarakatan dari aspek yuridis yaitu belum adanya peraturan pelaksanaan yang mengatur secara khusus mengenai pelaksanaan pendidikan dan pelatihan bagi narapidanaanak pada Lapas di Indonesia pada umumnya.
 Dana
Dana merupakan faktor utama yang menunjang untuk pelaksanaan pendidikan dan pembinaan narapidana. Kurang atau tidak adanya dana menjadi salah satu faktor penyebab yang menjadi faktor penghambat bagi pelaksanaan pendidikan dan pembinaan, karena dapat mengakibatkan tidak berjalan dan tidak terealisasinya semua program pendidikan dan pembinaan bagi narapidana akibat sangat minimnya dana yang tersedia.
Waktu dan bentuk pembinaan
Waktu pelaksanaan pembinaan untuk narapidana pendek, terutama bagi narapidana yang masa pidana relatif singkat, sehingga program pembinaan yang diberikan lebih banyak mengarah pada pembinaan agama dari pada pembinaan keterampilan.
Sumber daya manusia Rutan
Rendahnya kualitas petugas pemasyarakatan selama ini disebabkan kurangnya pendidikan dan latihan teknis pemasyarakatan, karena pendidikan dan latihan selama ini hanya diikuti sebagian kecil petugas pemasyarakatan sehingga pelaksanaan/ penerapan tugasnya hanya berdasarkan pada pengalaman yang ada tanpa didasari dengan ilmu dan keterampilan yang cukup.
Sarana dan Prasarana
Terbatasnya sarana pendidikan dan pembianaan bagi narapidana. Seperti ruangan untuk belajar mengajar, alat-alat tulis, buku dan tenaga pengajar baik pendidikan/pembinaan kemandirian maupun untuk pembinaan kepribadian.
Faktor Narapidana
Narapidana.Keberhasilan dari terlaksananya program pendidikan dan pembinaan terhadap narapidana tidak hanya tergantung dari faktor petugasnya, melainkan juga dapat berasal dari faktor narapidana itu sendiri juga memegang peran yang sangat penting. Adapun hambatan-hambatan yang berasal dari narapidana antara lain : a) Tidak adanya minat, b) Tidak adanya bakat dan c) Watak diri narapidana
Kesejahteraan petugas
Disadari sepenuhnya bahwa faktor kesejahteraan petugas Rutan di Indonesia memang dibilang masih memprihatinkan, hal ini disebabkan karena keterbatasan dana dan kemampuan untuk memberikan tunjangan bagi petugas Pemasyarakatan. Maka imbalan yang diperolehnya menjadi belum seimbang dibandingkan dengan tenaga yang mereka sumbangkan untuk bekerja siang dan malam tanpa mengenal lelah di dalam Lapas. Namun pada dasarnya faktor kesejahteraan petugas ini jangan sampai menjadi faktor yang menyebabkan lemahnya pendidikan, pembinaan dan keamanan serta ketertiban di dalam Rutan.
Kualitas program pendidikan dan pembinaan
Kualitas dan bentuk-bentuk program pendidikan dan pembinaan tidak semata-mata ditentukan oleh anggaran maupun sarana dan fasilitas yang tersedia. Tetapi diperlukan program-program pendidikan dan pembinaan yang kreatif dan murah serta mudah untuk dilakukan, sehingga dapat berdampak sebagai pembelajaran yang optimal bagi narapidana sebagai bekal keterampilannya untuk kelak setelah keluar dari Rutan.
Masyarakat dan pihak korban
Pada dasarnya masyarakat juga merupakan faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pendidikan dan pembinaan terhadap narapidana, karena masyarakat secara tidak langsung menjadi penentu berhasil tidaknya proses pendidikan dan pembinaan di Lapas. Dalam hal pendidikan dan pembinaan berupa program integrasi, masih terdapat kendala-kendala seperti kebanyakan lingkungan masyarakat dan pihak korban untuk dapat menerima narapidana secara terbuka tanpa penuh kecurigaan, mengasingkan, dan sebagainya.
Kerjasama yang belum berjalan antara Rutan dengan Diknas
Pendidikan adalah hak setiap warga negara, begitu juga para warga binaan pemasyarakatan yang sementara waktu berada di balik tembok Lapas untuk mempertanggung jawabkan perbuatan melanggar hukum yang telah dilakukannya. Untuk menyelenggarakan hak para warga binaan dalam memperoleh pendidikan formal Lapas melakukan program Kejar Paket A, B, dan C dengan harapan peserta Kejar di Lapas dapat mengikuti ujian nasional penyesuaian ijazah dan mendapat ijazah dapat digunakan untuk melanjutkan pendidikan formal ke jenjang lebih tinggi lagi atau sebagai modal mencari pekerjaan yang lebih baik lagi. Namun karena belum adanya kerjasama dengan Dinas Pendidikan yang terkait, maka peserta Kejar paket yang di jalankan tidak bisa mengikuti ujian nasional untuk mendaptkan ijazah.

Kesimpulan   
Hak untuk memperoleh pendidikan yang layak adalah hak setiap orang tak terkecuali terpidana anak. Hak tersebut telah berubah dari hak yang mengikat secara moral menjadi hak konstitusional karena telah diatur dalam UUD NRI 1945 terutama pasal 28 ayat (1) butir C. Selain diatur dalam Konstitusi, hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak juga diatur dalam konvensi internasional. Dalam hal ini berupa Konvensi Hak-Hak Anak yang bahkan dengan jelas menyebutkan anak yang berada dalam masalah hukum harus mendapatkan upaya perlindungan khusus. Oleh karena itu tidak ada alasan untuk tidak menjamin pendidikan bagi terpidana anak.
Dalam pelaksanaannya banyak upaya yang dapat ditempuh Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) untuk memenuhi hak pendidikan tersebut. Diantaranya memberikan pendidikan formal dan informal kepada terpidana dengan berbagai cara. Misalnya dengan bekerja sama dengan pemerintah daerah, dinas Pendidikan lokal ataupun bekerja sama dengan lembaga pendidikan lokal untuk memenuhi hak pendidikan tersebut.
Banyak sekali kendala yang dihadapi dalam mewujudkan hak pendidikan bagi narapidana anak ini baik dari sisi internal maupun eksternal. Adapun kendala internal yang dihadapi berupa kurangnya minat dari terpidana anak itu sendiri terhadap pendidikan dan rendahnya kualitas petugas Lapas. Dari sisi eksternal berupa belum ada aturan yuridis yang mengatur secara khusus mengenai pendidikan bagi terpidana anak ini. Kemudian belum adanya kerjasama dengan dinas pendidikan dan masyarakat yang cenderung melabelisasi mereka yang menjadi terpidana anak.
Saran
Dengan mengetahui kendala tersebut, maka saran yang dapat diberikan adalah dengan mendorong pemerintah untuk membuat landasan yuridis yang lebih jelas mengenai pendidikan kepada terpidana anak ini. Kedua dengan memperbaiki mutu pengajar yang mengajar dalam Lapas. Ketiga dengan meningkatkan mutu pendidikan dengan cara bekerja sama dengan Pemerintah daerah, dinas pendidikan dan Lembaga pendidikan setempat.


Daftar Pustaka
Daftar Buku
Atmasasmita, R. (1996).Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice System) : Perspektif Eksistensialisme Dan Abolisionisme, Jakarta : Bina Cipta.
Baharuddin dan Wahyuni. (2008). Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruz Media.
Muladi. 1995. Kapita Selekta Sistem Pradilan Pidana. Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
R.Achmad S. Soemadi Praja dan Romli Atmasasmita. 1992. Sistem Permasyarakatan di Indonesia. Bandung: Percetakan Ekonomi.
Sholehuddin,M. (2003), Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana: Ide Dasar Double Track System&Implementasinya, Jakarta : PT.RajaGrafindo Persada
Suryosubroto, B. Drs. (2010). Beberapa Aspek Dasar-dasar Kependidikan. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta
Topo Santoso. 2013 Kriminologi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Daftar Atikel Ilmiah
HAM tentang pelanksanaan hak atas pendidikan (Disarikan dari Pelatihan HAM Kerjasama FH UPN “Veteran” jatim dengan KOMNASHAM RI).
Muhammad Sain. Pemenuhan Hak Pendidikan Bagi Narapidana Di Rumah tahanan Negara Klas II B Enrekang.
Sabastian Sihombing Nababan. 2013. Pelaksanaan Hak Memperoleh Pendidikan Bagi Anak Pidana (Studi Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Blitar dan Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur).
Daftar Undang-Undang
UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945
Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Peraturan Pemerintah nomor 99 tahun 2012
Darfat Internet
http://metro.news.viva.co.id/news/read/312779-2-008-kasus-kriminal-dilakukan-anak-anak, diakses pada tanggal 18 juni 2014.



[1] Lihat pembukaan UUD NRI 1945.
[2] Lihat pasal 27 ayat (2) UUD NRI 1945.
[3] Lihat pasal 28 C ayat (1) UUD NRI 1945.
[4] Lihat Pasal 60 UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
[5] Lihat Pasal 53 ayat (1) UU nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
[6] Lihat Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
[7] Lihat pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
[8]Lihat PP nomor 99 tahun 2012.
[9] HAM tentang pelanksanaan hak atas pendidikan (Disarikan dari Pelatihan HAM Kerjasama FH UPN “Veteran” jatim dengan KOMNASHAM RI). (Artikel Ilmiah)
[10] Atmasasmita, R. (1996).Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice System) : Perspektif Eksistensialisme Dan Abolisionisme, Jakarta : Bina Cipta.
[11] Sholehuddin,M. (2003), Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana: Ide Dasar Double Track System&Implementasinya, Jakarta : PT.RajaGrafindo Persada
[12] http://metro.news.viva.co.id/news/read/312779-2-008-kasus-kriminal-dilakukan-anak-anak, diakses
pada tanggal 18 juni 2014.
[13] Muladi. 1995. Kapita Selekta Sistem Pradilan Pidana. Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
[14] Lihat Undang-Undang no. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
[15] R.Achmad S. Soemadi Praja dan Romli Atmasasmita. 1992. Sistem Permasyarakatan di Indonesia. Bandung: Percetakan Ekonomi.
[16]Sabastian Sihombing Nababan. 2013. Pelaksanaan Hak Memperoleh Pendidikan Bagi Anak Pidana (Studi Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Blitar dan Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur).( Artikel Ilmiah).
[17] Topo Santoso. 2013 Kriminologi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
[18] Suryosubroto, B. Drs. (2010). Beberapa Aspek Dasar-dasar Kependidikan. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta
[19] Baharuddin dan Wahyuni. (2008). Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruz Media.
[20] Muhammad Sain. Pemenuhan Hak Pendidikan Bagi Narapidana Di Rumah tahanan Negara Klas II B Enrekang. (Artikel Ilmiah).

Comments

Popular posts from this blog

contoh-contoh kasus dan analisisnya

PERBEDAAN DUTA, DUTA BESAR, KEDUTAAN BESAR, KONSUL, JENDERAL KONSUL, KOMISARIS TINGGI, DAN ATASE

Contoh Surat Dakwaan Kasus Penganiayaan