Analisis Sengketa Perbatasan Indonesia-Malaysia Akibat Pembanguan Mercusuar oleh Kerajaan Malaysia di Tanjung Datu
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang/Posisi Kasus
Hubungan Pemerintah Indonesia-Malaysia kembali
memanas, menyusul tindakan negeri Jiran itu yang nekat membangun tiang pancang
di perairan sengketa, di Tanjung Datu, Kalimantan Barat.
Langkah tersebut mendapat respons keras dari Mabes
TNI, dengan mengirimkan kapal perang dan pesawat intai. Kapuspen TNI Mayjen
Fuad Basya menjelaskan, terungkapnya aktivitas di kawasan tersebut berawal dari
monitor yang dilakukan petugas keamanan.
“Tiga hari lalu monitor ada tongkang dan ternyata
mereka bangun mercusuar. Padahal itu merupakan daerah abu-abu yang masih
menjadi sengketa antara Pemerintah Indonesia-Malaysia,” ujar Fuad Basya kepada
wartawan, di Jakarta, Rabu (21/5/2014).
Menurut dia, petugas kemudian melaporkan aktivitas
tersebut ke Panglima TNI Jenderal Moeldoko. Mendapat informasi tersebut,
Panglima langsung memerintahkan pasukan untuk melakukan persiapan guna
mengantisipasi.
Supaya kegiatan mereka tidak masuk ke dalam perairan
Indonesia, dengan mengerahkan satu pesawat intai dan satu kapal korpet milik
TNI Angkatan Laut (AL) untuk memperkuat penjagaan, melakukan pemotretan serta
pengawasan.
Setelah kapal perang Indonesia datang, kata Fuad,
mereka tidak lagi melanjutkan aktivitasnya sejak Selasa 20 Mei 2014 sore. Menurut
dia, tindakan yang dilakukan oleh pemerintah Malaysia telah melanggar wilayah
internasional karena masuk dalam wilayah abu-abu.
Menurut Fuad, karena ini masalah diplomatik yang
merupakan kewenangan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), pihaknya sudah meminta
kepada Kemenlu untuk melayangkan nota protes kepada Malaysia dan mendesak
jangan ada aktivitas lagi. “Itu merupakan wilayah status quo, tidak boleh ada
aktivitas di situ,” jelasnya.
Dari informasi yang dihimpun, lokasi pembangunan
mercusuar berada di titik koordinat 02.05.053 N-109.38.370 E Bujur Timur, atau
sekitar 900 meter di depan patok SRTP 1 (patok 01) di Tanjung Datu, Kalimantan
Barat.
Tanjung Datu sendiri merupakan wilayah perbatasan di
Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Wilayah tersebut masuk
dalam Gosong Niger di wilayah laut dan Camar Bulan di wilayah darat yang sampai
sekarang patok batas Provinsi Kalbar dan Negara Bagian Serawak, Malaysia. Batas
wilayah di daerah tersebut masih masalah karena belum disepakati kedua negara.
Senada, Kepala Dinas Penerangan Angkatan Laut
(Kadispenal) Kolonel Laut P Manahan Simorangkir mengatakan, sikap TNI jelas
menolak aktivitas tersebut dan telah mengirimkan KRI Sutedi Senoputra (SSA)
Lambung 378 dan pesawat angkut yang terdiri dari Kodam dan pasukan Angkatan
Laut (AL).
“Setelah disaksikan ternyata mereka sedang membangun
tiang pancang suar. TNI AL minta untuk dihentikan aktivitas tersebut karena
tindakan tersebut tergolong illegal. Sekarang sudah dihentikan. Saat ini, kapal
milik Malaysia telah mundur ke daerah perbatasan,” ujarnya.
Menurut dia, wilayah tersebut hingga kini masih
dalam pembicaraan antara Pemerintah Indonesia dengan Malaysia. Aktivitas yang
dilakukan oleh Negara tersebut jelas melanggar konvensi atau kesepakatan
bersama.
Diakuinya, antara Indonesia dan Malaysia memiliki
pemahaman yang berbeda mengenai batas Negara. Indonesia sebagai negara yang
patuh terhadap aturan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS),
kata dia, sangat jelas disebutkan bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan.
Sedangkan, Malaysia merupakan negara continental.
“Tapi mereka ingin seperti negara kepulauan. Memang ada juga teknik unilateral
dalam klaim menentukan batas sendiri, di mana perbatasan disepakati kedua
negara. Namun, kalau masih dalam pembicaraan jangan melakukan tindakan yang
melanggar,” ucapnya.
Diakuinya, pembicaraan mengenai perbatasan antara
kedua negara belum menemukan titik temu. Indonesia menganggap bahwa daerah
tersebut masuk dalam wilayahnya begitu juga dengan Malaysia sehingga mereka
mengambil titik tengah yang menguntungkan tanpa didasari kesepakatan.
Sumber: SindoNews.com (Malaysia Bangun
Mercusuar di Wilayah Sengketa, TNI Kirim Kapal Perang) diakses 24 Mei 2014.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa yang menjadi penyebab timulnya sengketa perbatasan ini ?
2. Bagaimana alternative penyelesaian yang tepat untuk mengatasi sengkrta
perbatasan ini ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Penyebab
Timbulnya Sengketa
Setelah terjadi berkali-kali
sengketa perbatasan antara Indonesia-Malaysia. Seperti sengketa perbatasan
Sipadan-Ligitan dan Ambalat. Akhir-akhir ini kita kembali dikejutkan oleh
pemberitaan media massa salah satunya SindoNews.com tentang pembangunan
mercusuar oleh pemerintah Malaysia di Tanjung Datu yang masih disengketakan
pihak Indonesia dan Malaysia. Sengketa perbatasan di Tanjung
Datu bukan merupakan sengketa yang baru-baru ini saja terjadi. Sengketa ini
sudah terjadi sejak puluhan tahun yang lalu.
Menurut pihak Indonesia, batas Indonesia-Malaysia di Sekitar Tanjung Datu
seharusnya mengikuti batas yg telah ditetapkan oleh Belanda dan Inggris sebagai
penjajah/pendahulu yang waktu itu menguasai Borneo/Kalimantan. Dalam Hukum
Internasional dikenal sebagai prinsip Uti
Possidetis Juris, artinya wilayah dan batas wilayah suatu negara, mengikuti
wilayah dan batas wilayah pendahulu/penjajahnya. Prinsip Uti Possidetis Juris inilah yg dijadikan dasar oleh Indonesia dan
Malaysia saat menetapkan batas wilayah di sekitar Tanjung Datu. Prinsip ini
juga dominan dianut oleh negara-negara di Asia Tenggara.
Menurut prinsip hukum internasional, uti possidetis juris, wilayah Indonesia meliputi semua bekas wilayah jajahan
Hindia Belanda. Dengan kata lain,
setiap jengkal wilayah jajahan Hindia Belanda di Nusantara ini adalah wilayah NKRI, termasuk batas-batasnya dengan negara tetangga.[1]
Sedangkan menurut pihak Malaysia, wilayah sekitar
Tanjung Datu adalah wilayah Malaysia dengan mendasarkan kepada MoU pada Tahun
1975 di Kinabalu (Malaysia) dan 1978 Di Semarang (Indonesia) tentang hasil
pengukuran bersama tanah tersebut, namun MoU adalah bersifat sementara atau
tidak tuntas atau bisa ditinjau lagi (modus vivendi), jika berdasarkan fakta dan juga dokumen peta,
maka MoU yang sifatnya sementara tersebut tidak sesuai dengan Peta Negara
Malaysia dan Federated Malay State Survey Tahun 1935, sehingga Indonesia
dirugikan 1.449 Ha dan juga bertentangan dengan Pemetaan Kapal pemetaan Belanda
van Doorn Tahun 1905 dan 1906 serta Peta Sambas Borneo (N 120-E1098/40 Greenwid,
tetapi kemudian Malaysia malah membangun mercusuar di daerah tersebut. Walaupun
akhirnya dihentikan oleh TNI-AL RI.[2]
B.
Alternatif
Penyelesaian Sengketa Perbatasan Indonesia dan Malaysia Khususnya di Tanjung
Datu.
Penyelesaian sengketa Internasioanal
dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara damai dan dengan perang.[3]
Secara sederhana dua mekanisme tersebut dijabarkan sebagai berikut.
a. Secara
damai
1) Litigasi:
Arbitrase Internasional dan Pengadilan Internasional ( melalui International Court of Justice dan International Criminal Court)
2) Non
Litigasi: negosiasi, mediasi, jasa baik, konsiliasi, penyelidikan, penemuan
fakta, penyelesaian regional, penyelesaian dibawah wibawa PBB (pasal 33 Piagam
PBB).
b. Melalui
kekerasan yaitu retorsi, reprisal (pembalasan), blockade masa damai, dan
perang. Pasal 51 paigam PBB memungkinkan penggunaan kekerasan dalam
penyelesaian sengketa dengan alasan self
defence.
Menurut penulis solusi penyelesaian sengketa
Indonesia-Malaysia dilakukan dengan menekankan pendekatan diplomatic melalui
negosiasi dan harus didasarkan pada UNCLOS 1982. Menurut UNCLOS 1982 pulau
Borneo memiliki hak territorial sejauh 12 mil laut, zona tambahan sejauh 24 mil
laut, serta ZEE sejauh 200 mil laut. Secara sederhana terdapat dua bagian pulau
Borneo, yaitu utara yang merupakan wilayah Malaysia dan selatan yang merupakan
wilayah Indonesia. pembagian kedua wilayah tersebut melalui pulau Sebatik, yang
dapat dijadikan sebagai titik awal batas wilayah maritime. Pasal 83 ayat (1)
UNCLOS 1982 menekankan pembagian wilayah secara adil (equitable solution).
Equitable
solution dilakukan dengan negosiasi membuat bilateral agreement untuk menetukan
garis tunggal dalam penentuan batas wilayah maritime negara. Penentuan garis
batas wilayah maritime dapat ditempuh dengan menarik garis sementara (garis
ekuidistan) yang menggunakan prinsip sama jarak (equity Principle) dengan mempertimbangkan faktor yang relevan
dengan kemungkinan memodifikasi garis sama jarak tersebut dengan pendekatan
diplomatic kedua negara.[4]
Solusi terbet dikenal dengan istilah two
stage approach dan telah diaplikasikan dalam beberapa kasus batas wilayah
antara Libya-Malta dan Geenland-Jan Mayen.[5]
Solusi lain adalah dengan mekanisme ASEAN. Pasal 22
ayat (1) Piagam ASEAN 2007 mengatur prinsip penyelesaian sengketa secara damai
melalui dialog, kolsultasi dan neogiasi. Pasal 23 Piagam ASEAN mengatur
penyelesaian sengketa dengan mediasi ataupun jasa baik, dengan pihak ketiga
Sekjen ASEAN atau negara anggota ASEAN lainnya. Menurut penulis Malaysia tidak
akan mudah sepakat membawa sengketa batas wilayah ke ASEAN, mengingat Malaysia
bersengketa dengan dengan hamper semua negara di Asia Tenggaraterkait dengan
Peta Malysia 1979.
Cara lain adalah dengan membawa sengketa tersebut ke
jalur litigasi yaitu melalui Arbitrase Internasional atau Mahkamah
Internasional. Walaupun menurut penulis cara tersebut akan sulit disetujui
pihak Indonesia mengingat lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan dari tangan
Indonesia. Putusan Mahkamah Internasional memenangkan Malaysia dengan dasae
doktrin efektifitas. Malaysia dianggap lebih menguasai secara efektif kedua
pulau tersebut dari pada Indonesia.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Sengketa
perbatasan Tanjung Datu sebernanya sudah terjadi pada waktu yang sangat lama
dan seakan dilupakan. Namun akhir-akhir ini kembali mencuat karena pembangunan
mercusuar yang dilakukan Malaysia di wilayah yang masih disengketakan dua
negara tersebut. Masing-masing negara memiliki landasan untuk mengakui wilayah
tersebut. Menurut pihak Indonesia, batas Indonesia-Malaysia di Sekitar Tanjung
Datu seharusnya mengikuti batas yg telah ditetapkan oleh Belanda dan Inggris
sebagai penjajah/pendahulu yang waktu itu menguasai Borneo/Kalimantan.
Sedangkan menurut pihak Malaysia, wilayah sekitar Tanjung Datu adalah wilayah
Malaysia dengan mendasarkan kepada MoU pada Tahun 1975 di Kinabalu (Malaysia)
dan 1978 Di Semarang (Indonesia) tentang hasil pengukuran bersama tanah
tersebut.
Alternative penyelesaian sengketa batas
wilayah Indonesia-Malaysia dapat dilakukan dengan, pertama, mengacu pada UNCLOS
1982 melalui bilateral mutual agrrement dalam
menarik garis sementara (garis ekuidistan) yang mengguankan prinsip sama jarak
(equity Principle) dan
mempertimbangka faktor yang relevan serta kemungkinan memodifikasi garis sama
jarak tersebtu dengan pendekatan diplomatic kedua negara, kedua, melalui
mekanisme ASEAN. Malaysia tidak akan mudah sepakat membawa sengketa batas
wilayah ke ASEAN, mengingat Malaysia bersengketa dengan dengan hamper semua
negara di Asia Tenggaraterkait dengan Peta Malysia 1979. Terakhir adalah
memalui jalur Litigasi dengan membawa sengketa tersebut ke Arbitrase
Internasional atau Mahkamah Internasional.
DAFTAR
PUSTAKA
Daftar Buku
Churchill,
R. dan Lowe, A. 1999. The Law of sea. Manchester: Manchester University Press.
Huala
Adolf 2004. Hukum Penyelesaian sengketa
Internasional. Bandung: Sinar Grafika.
I Made Andi Arsana. 2007. Batas Maritim Antar Negara. Suatu Tinjauan Tekinis dan Yuridis.
Yogyakarta: Gadjah MAda University Press.
J.G. Starke, Q.C. , Pengantar
Hukum Internasional (Introduction to Internasional Law) Penerbit
Sinar Grafika, Jakarta, 2008.
Daftar Undang-Undang
Piagam
PBB
UNCLOS
1982
Piagam
ASEAN 2007
Daftar Internet
SindoNews.com
(Malaysia Bangun Mercusuar di Wilayah Sengketa, TNI Kirim Kapal Perang) diakses
24 Mei 2014.
Turiman Fachturohman Nur, Penyelesaian Kasus Tapal Batas Dusun Camar Bulan secara Elegan (Analisa
Kasus Tapal Batas Perbatasan Kalbar), Http://rajawaligarudapancasila.blogspot.com, daikses taggal 29 Mei 2014.
[1] J.G. Starke, Q.C. , Pengantar Hukum
Internasional (Introduction to Internasional Law) Penerbit Sinar
Grafika, Jakarta, 2008, hal 18
[2]
Turiman
Fachturohman Nur,
Penyelesaian Kasus Tapal Batas Dusun
Camar Bulan secara Elegan (Analisa Kasus Tapal Batas Perbatasan Kalbar),
Http://rajawaligarudapancasila.blogspot.com, daikses taggal
29 Mei 2014.
[3]
Huala Adolf 2004. Hukum Penyelesaian
sengketa Internasional. Bandung: Sinar Grafika. Hlm 1
[4] I
Made Andi Arsana. 2007. Batas Maritim
Antar Negara. Suatu Tinjauan Tekinis dan Yuridis. Yogyakarta: GAdjah MAda
University Press. Hlm 46
[5]
Churchill, R. dan Lowe, A. 1999. The Law of sea. Manchester: Manchester
University Press. Hlm 187.
izin copas bro..
ReplyDelete