Analisis kasus pencabulan kaitannya dengan teori-teori kriminologi
A. Latar Belakang
Pencabulan adalah
suatu tindakan kriminal atau kejahatan berwatak seksual, yang terjadi tanda kehendak bersama
dalam arti dipaksakan oleh satu pihak ke pihak yang lainnya. Korbannya dapat
berada di bawah ancaman fisik dan atau psikologis, kekerasan, dan dalam keadaan
tidak sadar dan tidak berdaya, dibawah umur, atau mengalami
keterbelakangan mental, atau dalam
kondisi lain yang menyebabkan tidak dapat menolak apa yang terjadi atau tidak
dapat bertanggung jawab atas apa yang terjadi padanya.
Saat ini
tindak pidana pencabulan merupakan kejahatan yang cukup mendapat perhatian di
kalangan masyarakat. Seperti berita yang santer di media akhir-akhir ini yang
memberitakan bahwa ada seorang siswa taman kanak-kanak (TK) Jakarta
Internasional School (JIS), sebuah sekolah bertaraf Internasional dikabarkan
mengalami tindak pidana pencabulan yang dilakukan oleh pekerja sekolah
tersebut.
Jika mempelajari
sejarah, sebenarnya jenis tindak pidana ini sudah ada sejak dulu, atau dapat
dikatakan sebagai suatu bentuk kejahatan klasik yang akan selalu mengikuti
perkembangan kebudayaan manusia itu sendiri, ia akan selalu ada dan berkembang
setiap saat walaupun mungkin tidak terlalu berbeda jauh dengan sebelumnya.
Dari fakta fakta
diatas, menunjukkan bahwa kejahatan pencabulan ini adalah isu publik,
maka penulis mengangkat masalah ini untuk di analisis kejahatannya berdasarkan
cara pandang kriminologinya.
B.
Rumusan Masalah
Dari
latar belakang yang sudah disebutkan diatas, penulis merumuskan masalah yang
akan dibahas dalam makalah ini adalah :
1. Apakah pengertian dari Tindak Pidana
Pencabulan dan kriminologi ?
2. Bagaimanakan hubungan teori-teori
kriminologi dengan kasus pencabulan diatas ?
C.
Tujuan Penulisan
1. Mengerti definisi dari Tindak Pidana Pencabulan dan
Kriminologi.
2. Mengerti hubungan antara
teori-teori kriminologi dengan Tindak Pidana Pencabulan diatas.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Rincian Kasus
TEMPO.CO, Jakarta
- Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait mengatakan kasus
pencabulan yang menimpa M, 5 tahun, murid sebuah taman kanak-kanak bertaraf
internasional di Jakarta Selatan, merupakan kasus pedofilia.
"Kami sudah menerima laporan keluarga terkait kasus ini pada 22 Maret 2014. Berdasarkan penelusuran kami, para pelaku punya kelainan seksual menyukai anak kecil alias pedofilia," katanya saat dihubungi Tempo, Senin, 14 April 2014.
Indikasi bahwa para pelaku adalah pedofil adalah motif mereka setiap kali beraksi. "Meski belum tahu sudah berapa kali mereka melecehkan korban, sejauh ini tidak ada motif lain seperti pemerasan atau dendam. Ini murni pelampiasan hasrat seksual," katanya. Yang mengejutkan, aksi ini dilakukan secara berkelompok. (Baca: Siswa TK Internasional Diduga Alami Pelecehan)
Kepada orang tuanya, M menuturkan bahwa dia sudah berkali-kali dilecehkan di toilet sekolah, saat jam pelajaran. Awalnya, M dilecehkan dengan disuruh memegang penis salah seorang pelaku sebagai bentuk hukuman. Namun dalam aksi lain M sengaja digiring oleh seorang pelaku perempuan ke dalam toilet, dilucuti pakaiannya, dan disodomi oleh pelaku pria.
"Mereka memang berkomplot," kata Arist. "Dari penuturan korban saja, kami bisa menilai bahwa ada unsur perencanaan dan persekongkolan di antara pelaku, termasuk perempuan yang ikut berperan," ujarnya. (Baca: Bocah Korban Pelecehan: Stop, Please Don't Do That)
Dalam kasus ini, Arist menyebut pihak sekolah kebobolan karena menerima pekerja yang punya kelainan seksual. "Seharusnya pengawasan terhadap pekerja dilakukan sangat ketat, meskipun kepada para pekerja alih daya."
Arist mengatakan persekongkolan merupakan modus yang biasa dalam kasus pedofilia. "Biasanya para pedofil berkomplot untuk melakukan aksi pencabulan terhadap anak. "Kasus semacam ini tidak hanya terjadi di sekolah, tapi juga di lingkungan anak jalanan, bahkan lingkungan keluarga," ucapnya. Beberapa kasus yang cukup menonjol ialah pedofilia yang melibatkan warga negara asing di Bali dan Batam beberapa tahun lalu.
Menurut Arist, jumlah kasus kejahatan seksual terhadap anak di Indonesia cukup banyak. "Tahun lalu ada lebih dari sepuluh kasus yang dilaporkan. Kami menduga banyak korban lain tapi enggan melapor karena malu atau memang dapat ancaman pelaku."
Bagi tersangka, polisi bisa mengenakan pasal tentang kejahatan seksual terhadap anak. "Mereka bisa dijerat pasal berlapis karena dalam kasus ini ada unsur perencanaan dan keterlibatan orang lain. Ancaman hukumannya 15 tahun penjara."[1]
PRAGA UTAMA
"Kami sudah menerima laporan keluarga terkait kasus ini pada 22 Maret 2014. Berdasarkan penelusuran kami, para pelaku punya kelainan seksual menyukai anak kecil alias pedofilia," katanya saat dihubungi Tempo, Senin, 14 April 2014.
Indikasi bahwa para pelaku adalah pedofil adalah motif mereka setiap kali beraksi. "Meski belum tahu sudah berapa kali mereka melecehkan korban, sejauh ini tidak ada motif lain seperti pemerasan atau dendam. Ini murni pelampiasan hasrat seksual," katanya. Yang mengejutkan, aksi ini dilakukan secara berkelompok. (Baca: Siswa TK Internasional Diduga Alami Pelecehan)
Kepada orang tuanya, M menuturkan bahwa dia sudah berkali-kali dilecehkan di toilet sekolah, saat jam pelajaran. Awalnya, M dilecehkan dengan disuruh memegang penis salah seorang pelaku sebagai bentuk hukuman. Namun dalam aksi lain M sengaja digiring oleh seorang pelaku perempuan ke dalam toilet, dilucuti pakaiannya, dan disodomi oleh pelaku pria.
"Mereka memang berkomplot," kata Arist. "Dari penuturan korban saja, kami bisa menilai bahwa ada unsur perencanaan dan persekongkolan di antara pelaku, termasuk perempuan yang ikut berperan," ujarnya. (Baca: Bocah Korban Pelecehan: Stop, Please Don't Do That)
Dalam kasus ini, Arist menyebut pihak sekolah kebobolan karena menerima pekerja yang punya kelainan seksual. "Seharusnya pengawasan terhadap pekerja dilakukan sangat ketat, meskipun kepada para pekerja alih daya."
Arist mengatakan persekongkolan merupakan modus yang biasa dalam kasus pedofilia. "Biasanya para pedofil berkomplot untuk melakukan aksi pencabulan terhadap anak. "Kasus semacam ini tidak hanya terjadi di sekolah, tapi juga di lingkungan anak jalanan, bahkan lingkungan keluarga," ucapnya. Beberapa kasus yang cukup menonjol ialah pedofilia yang melibatkan warga negara asing di Bali dan Batam beberapa tahun lalu.
Menurut Arist, jumlah kasus kejahatan seksual terhadap anak di Indonesia cukup banyak. "Tahun lalu ada lebih dari sepuluh kasus yang dilaporkan. Kami menduga banyak korban lain tapi enggan melapor karena malu atau memang dapat ancaman pelaku."
Bagi tersangka, polisi bisa mengenakan pasal tentang kejahatan seksual terhadap anak. "Mereka bisa dijerat pasal berlapis karena dalam kasus ini ada unsur perencanaan dan keterlibatan orang lain. Ancaman hukumannya 15 tahun penjara."[1]
PRAGA UTAMA
B.
Pengertian Tindak Pidana Pencabulan
Dalam hal pengertian pencabulan, pendapat para ahli dalam
mendefinisikan tentang pencabulan berbeda-beda seperti yang dikemukakan oleh
Soetandyo Wignjosoebroto, “pencabulan adalah suatu usaha melampiaskan nafsu
seksual oleh seorang laki-laki terhadap seorang perempuan dengan cara menurut
moral dan atau hukum yang berlaku melanggar”. Dari pendapat tersebut, berarti
pencabulan tersebut di satu pihak merupakan suatu tindakan atau perbuatan
seorang laki-laki yang melampiaskan nafsu seksualnya terhadap seorang perempuan
yang dimana perbuatan tersebut tidak bermoral dan dilarang menurut hukum yang
berlaku. R. Sughandhi dalam asumsi mengatakan tentang pencabulan ialah :
seorang pria yang memaksa pada
seorang wanita bukan isterinya untuk melakukan persetubuhan dengannya dengan
ancaman kekerasan, yang mana diharuskan kemaluan pria telah masuk ke dalam
lubang kemaluan seorang wanita yang kemudian mengeluarkan air mani.[2]
Dari pendapat R. Sughandhi di atas, bahwa pencabulan
tersebut adalah seorang pria yang melakukan upaya pemaksaan dan ancaman serta
kekerasan persetubuhan terhadap seorang wanita yang bukan isterinya dan dari
persetubuhan tersebut mengakibatkan keluarnya air mani seorang pria. Jadi
unsurnya tidak hanya kekerasan dan persetubuhan akan tetapi ada unsur lain
yaitu unsur keluarnya air mani, yang artinya seorang pria tersebut telah
menyelesaikan perbutannya hingga selesai, apabila seorang pria tidak
mengeluarkan air mani maka tidak dapat dikategorikan sebagai pencabulan.
Asumsi yang tak sependapat dalam hal mendefinisikan
pencabulan tidak memperhitungkan perlu atau tidaknya unsur mengenai keluarnya
air mani seperti yang dikemukakan oleh PAF Lamintang dan Djisman Samosir yang
berpendapat “perkosaan adalah perbuatan seseorang yang dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan memaksa seorang wanita untuk melakukan persetubuhan di luar
ikatan perkawinan dengan dirinya”.[3]
C.
Pengertian Kriminologi
Nama
Kriminlogi ditemukan oleh P. Topinard (1830-1911) seorang ahli antropologi
Prancis, secara harfiah dari kata “crimen”
yang berarti kejahatan atau penjahat dan
“Logos” yang berarti Ilmu
pengetahuan. Bonger memberikan definisi kriminologi sebagai ilmu pengetahuan
yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya.[4]
Selanjutnya,
Apakah Kasus diatas termasuk dalam obyek Kriminologi ? Jawabannya adalah benar,
pencabulan seperti yang terjadi diatas masuk kedalam kategori obyek kriminologi
dengan 3 unsurnya adalah:[5]
Ø Kejahatan,
yaitu perbuatan yang disebut sebagai kejahatan. Kriteria suatu perbuatan yang
dinamakan kejahatan tentunya dipelajari dari peraturan perundangan-undangan
pidana, yaitu norma-norma yang didalamnya memuat perbuatan pidana. Pada pasal
290 (2) KUHP.
Ø Penjahat,
yaitu orang yang melakukan kejahatan. Kejahatan yang dilakuakan semua perbuatan yang dilakukan untuk mendapatkan
kenikmatan seksual sekaligus mengganggu kehormatan kesusilaan. Studi
terhadap pelaku atau penjahat ini terutama dilakukan oleh aliran kriminologi
positive dengan tujuan untuk mencari sebab-sebab orang melakukan kejahatan.
Ø Reaksi
masyarakat terhadap kejahatan dan penjahat (pelaku). Reaksi yang timbul akibat
kejahatan ini akan berdampak dalam kehidupan bermasyarakat dengan sebagian atau
seluruh persepsi yang dapat diberikan oleh masyarakat untuk kejahatan
pencabulan. Dalam kasus ini hal ini tampak dari adanya seseorang yang membuat
semacam petisi di dunia maya yang isinya menginginkan pelaku dihukum lebih
berat dari yang telah ditentukan oleh
peraturan perundang-undngan yang berlaku.
D.
Kaitan
Teori Kriminologi Dengan Tindak Pidana Pencabulan
Melihat
kasus pencabulan ini, banyak sekali hal-hal yang selaras (cocok) dengan
beberapa teori yang telah kita pelajari dalam ilmu kriminologi. Mari coba
kita hubungkan kasus pencabulan ini dengan beberapa teori di bawah ini :
1. Teori Asosiasi
Diferensial (Differential Association Theory)[6]
Sutherland menghipotesakan
bahwa perilaku kriminal itu dipelajari melalui asosiasi yang dilakukan dengan
mereka yang melanggar norma-norma masyarakat termasuk norma hukum. Proses
mempelajari tadi meliputi tidak hanya teknik kejahatan sesungguhnya, namun juga
motif, dorongan, sikap dan rasionalisasi yang nyaman yang memuaskan bagi
dilakukannya perbuatan-perbuatan anti sosial.
Theori asosiasi differensial
Sutherland mengenai kejahatan menegaskan bahwa :
a. Perilaku kriminal seperti halnya
perilaku lainnya, dipelajari.
Dalam
kasus pencabulan diatas seperti yang sudah kita ketahui bersama bahwa keinginan
pelaku untuk melakukan kejahatan tersebut adalah Karena orang tersebut
mengalami kelainan seksual, dalam hal ini Pedofilia. Kelainan ini sendiri dapat
ditimulkan karena pelaku mengalami perlakuan yang kurang lebih sama pada saat
kecil. Jadi kurang lebih hal yang pelaku lakukan dipelajari saat dia menjadi
korban dahulu.
b. Perilaku kriminal dipelajari dalam
hubungan interaksi dengan orang lain melalui suatu proses komunikasi.
Di
jelaskan dalam berita diatas bahwa pelaku berkomplotan dengan beberapa orang
lainnya termasuk salah satunya perempuan. Hal ini menunjukkan adanya komunikasi
verbal ataupun sikap antar pelaku untuk merencanakan ataupun pada saat
melancarkan aksinya.
c. Bagian penting dari mempelajari
perilaku kriminal terjadi dalam pergaulan intim dengan mereka yang melakukan
kejahatan, yang berarti dalam relasi langsung di tengah pergaulan.
Pelaku
sama-sama bekerja dalam satu linkup yang sama yaitu, Jakarta Internasional
School sehingga sudah pasti berhubungan intim sebab ruang lingkup pekerjaan
yang sama kurang lebih mengakibatkan intensitas pertemuan mereka sangat sering
dan dapat dipastikan terjadi hubungan yang akrab diantara meraka.
d. Mempelajari perilaku kriminal,
termasuk didalamnya teknik melakukan kejahatan dan motivasi/ dorongan atau
alasan pembenar.
Motivasi
atau dorongan atau alasan pembenar pelaku dalam melancarkan aksinya seperti
sudah dijelaskan diatas karena pelaku mempunyai kelainan seksual yang
menyebabkan mereka tertarik kepada anak-anak dibawah umur.
e. Dorongan tertentu ini dipelajari
melalui penghayatan atas peraturan perundang-undangan; menyukai atau tidak
menyukai.
Dalam
hal ini mereka tahu bahwa perbuatannya melanggar peraturan perundang-undangan
tetapi hal itu tidak diperdulikan oleh pelaku karena dorongan batinnya akibat
kelainan seksual tersebut.
f. Seseorang
menjadi deliquent karena penghayatannya terhadap peraturan perundangan
lebih suka melanggar daripada mentaatinya.
Banyak hal yang mendororng pelaku lebih
suka melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yaitu
penegakan hukum di Indonesia yang lemah, praktek suap menyuap dalam peradilan
hukuman yang ringan dain lai-lain.
g. Asosiasi
diferensial ini bervariasi tergantung dari frekuensi, durasi, prioritas dan
intensitas.
Para pelaku bisa saja melakukan kejahatan
ini sejak lama sehingga baru dan baru diketahui sehingga dapat pula kejahatan
terbebut letah menjadi kebiasaan bagi pelaku dan menjadi sesuatu yang sulit
dihilangkan.
h.
Proses mempelajari perilaku kriminal melalui pergaulan dengan pola kriminal dan
anti kriminal melibatkan semua mekanisme yang berlaku dalam setiap proses
belajar.
Dalam hal ini menjelaskan bahwa perilaku
pelaku tidak hanya didasarkan oleh pergaulan tetapi oleh hal lain seperti
melihat video porno melalui media internet untuk mempelajari sesuatu.
i. Sekalipun perilaku kriminal
merupakan pencerminan dari kebutuhan umum dan nilai-nilai, akan tetapi tingkah
laku kriminal tersebut tidak dapat dijelaskan melalui kebutuhan umum dan
nilai-nilai tadi, oleh karena perilaku non kriminal pun merupakan pencerminan
dari kebutuhan umum dan nilai-nilai yang sama.
Hal
ini menjelaskan perbuatan jahat pelaku bukan hanya berdasarkan ekspresi dari
kebutuhan nilai-nilai umum namun karena adanya proses pembelajaran yang
diterima pelaku kejahatan. Dalam hal ini bukanlah kejahatan yang dilakukan
dengan incidental tapi dengan proses pembelajaran bagaimana agar mereka tidak
ketahuan dsb.
2.
Teori Kontrol Sosial (Social Control Theory)[7]
Landasan berpikir teori ini adalah
tidak melihat individu sebagai orang yang secara intriksik patuh pada hukum,
namun menganut segi pandangan antitesis di mana orang harus belajar untuk tidak
melakukan tindak pidana. Mengingat bahwa kita semua dilahirkan dengan
kecenderungan alami untuk melanggar peraturan-peraturan di dalam masyarakat,
delinkuen di pandang oleh para teoretisi kontrol sosial sebagai konsekuensi
logis kegagalan seseorang untuk mengembangkan larangan-larangan ke dalam
terhadap perilaku melanggar hukum.
Terdapat empat unsur kunci dalam
teori kontrol sosial mengenai perilaku kriminal menurut Hirschi (1969), yang
meliputi :
a. Kasih Sayang
Kasih sayang ini meliputi kekuatan
suatu ikatan yang ada antara individu dan saluran primer sosialisasi, seperti
orang tua, guru dan para pemimpin masyarakat. Akibatnya, itu merupakan ukuran
tingkat terhadap mana orang-orang yang patuh pada hukum bertindak sebagai
sumber kekuatan positif bagi individu.
Apa yang terjadi kepada pelaku
sehingga mengalami kelainan seksual (Pedofil) dikarenakan kurangnya kasih
sayang atau perhatian dari orang-orang disekitar pelaku pelaku seperti orang
tua, guru, atau pemimpin masyarakat. Sebab menurut teori ini seperti sudah
dijelaskan diatas setiap orang memiliki kecenderungan untuk melakukan kejahatan
tetapi jika ia mendapat perhatian atau kasih saying dari orang sekitarnya maka
hal tersebut dapat dijadikan sebagai alat pencegah dalam melakukan hal tersebut.
b. Komitmen
Sehubungan dengan komitmen ini, kita
melihat investasi dalam suasana konvensional dan pertimbangan bagi
tujuan-tujuan untuk hari depan yang bertentangan dengan gaya hidup delinkuensi.
Sehingga dapat dianalogikan seperti
ikatan dalam pengetahuan masing-masing orang bahwa jika kita melakukan
perbuatan-perbuatan kejahhatan dan bertentangan dengan norma-norma yang ada
dalam masyarakat dapat menyebabkan rusaknya masa depan mereka akibat tindakan
mereka tersebut. Hal itulah yang tidak dipahami dan diresapi dengan baik baik
oleh pelaku kejahatan ini.
c. Keterlibatan
Keterlibatan, yang merupakan ukuran
kecenderungan seseorang untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan
konvensional mengarahkan individu kepada keberhasilan yang dihargai masyarakat.
Menyibukkan diri dengan
perbuatan-perbuatan yang positif dapat menghindarkan orang untuk melakukan
perbuatan kejahatan, hal tersebut yang mungkin tidak dilakukan oleh pelaku
sehingga mereka terdorong kepada nafsu mereka dan melakukan perbuatan tersebut.
d. Kepercayaan
Akhirnya kepercayaan memerlukan
diterimanya keabsahan moral norma-norma sosial serta mencerminkan kekuatan
sikap konvensional seseorang.
Jika dikaitkan dengan kasus diatas
dapat kita lihat bahwa apa yang terjadi pada pelaku mungkin dikarenakan
kurangnya memahami kepercayaan yang mereka anut. Sebab tidak ada kepercayaan
manapun didunia ini yang tidak melarang perbuatan tersebut.
3. Radical (critical) Theory[8]
Dalam buku The New Criminology, para kriminolog Marxis dari inggris yaitu Ian
Taylor, Paul Walton dan Jack Young menyatakan bahwa adalah kelas bawah,
“kekuatan buruh dari masyarakat industry”, yang dikontrol melalui hukum pidana
dan para penegaknya, sementara “pemilik buruh-buruh itu” hanya terikat oleh
hukum perdata yang mengatur persaingan antar mereka. Institusi ekonomi,
kemudian merupakan sumber dari semua konflik; pertarungan antar kelas selalu
berhubungan dengan distribusi sumber daya dan kekuasaan, dan hanya apabila
kapitalisme dimusnahkan maka kejahatan akan hilang.
Hubungan kasus pencabulan diatas
dengan teori tersebut adalah bahwa sesungguhnya Jakarta Internasional School
(JIS) tersebut tidak memiliki ijin untuk mengoperasikan sebuah Taman
Kanak-Kanak (TK) dan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang menurut saya menjadi
biang keladi dari kasus ini. Sebab jika JIS tidak membuka TK dan PAUD tanpa
ijin maka hal ini tidak akan terjadi. Selain itu penegak hukum seakan hanya
menghukum pekerja yang melakukan perbuatan tidak senonoh tersebut sedangkan
pihak sekolah yang sejati melanggar ijin yang diberikan seolah-olah tidak
diberikan tindakan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan Kesimpulan Dapat kita ketahui bahwa segala bentuk tindak pencabulan merupakan suatu kejadian sosial yang mempunyai dasar dalam masyarakat. Keadaan masayarakat yang sanantiasa menjadikan dasar perbuatan pencabulan tesbut berlangsung maka perbuatan ini akan terus menjjadi perbuatan yang terus berlangsung hingga akar permasalahan tersbut terselsaikan dengan seluruhnya. Dalam kriminologi teori yang berhubungan adalah teori difensiasi asosiasi yang mempelajari bahwa kejahatan itu dipelajari seseorang oleh orang lain yang berhubungan ataupun berkomunikasi secara intim satu sama lain. Lalu ada teori control social dimana perbuatan pelaku adalah kelalaian seseorang dalam mengontrol warga masyarakatnya. Selanjutnya yang terakhir ada teori radikal yang menjelaskan bahwa perbuatan pelaku diakibatkan karena ada kesenjangan antara kelompok atas dan kelompokm bawah.
Sebaiknya tidak hanya pelaku perbuatan tersebut yang di hukum oleh aparat tetapi juga pihak penyelengara pendidikan dalam hal ini Jakarta Internasional School yang ternyata tidak memiliki ijin untuk menyelenggarakan pendidikan.
DAFTAR
PUSTAKA
Daftar Buku
·
P.A.F. Lamintang,Dasar-dasar Hukum PidanaIndonesia, (Bandung, : Citra Aditya Bakti,
1997)
·
Topo Santosa. Kriminologi. (Jakarta, :
Rajawali Press, 2013)
Daftar Undang-Undang
·
Undang-Undang nomor 23 tahun 2002
tentang perlindungan anak
·
KItab Undang-Undang Hukum Pidana
Daftar Internet
·
Tempo.co (Pelaku Sodomi Murid TK
Iternasional Berkomplot) diakses 20 April 2014
[1]
Tempo.co (Pelaku Sodomi Murid TK Iternasional Berkomplot) diakses 20 April
2014.
[2]
P.A.F. Lamintang,Dasar-dasar Hukum
PidanaIndonesia, (Bandung, : Citra Aditya Bakti, 1997), hal. 41.
[3]
Ibid., hal 41
[4]
Topo Santosa. Kriminologi. (Jakarta, : Rajawali Press, 2013), hal 9.
[5]
Ibid., hal 17.
[6]
Ibid., hal 74
[7]
Ibid., hal 89.
[8]
Ibid., hal 108
thank nice infonya sangat menarik, silahkan kunjungi balik website kami http://bit.ly/2xuNorl
ReplyDeleteINGIN DAPAT CUAN BESAR !!
ReplyDeleteGABUNG DISINI YUK !!
LINK HOKI : MARIOQQ88. Org
WA+62 821-4331-1663
Link Alternatif :
- www.marioqq88. org