Legenda Betawi: Kisah Cinta dan Pengorbanan Nyai Dasima
Cerita ini diambil dari sebuah buku karangan G. Francis (Gijsbert
Francis a.ir) yang terbit pada tahun 1896, ditulis berdasarkan kisah
nyata kehidupan seorang istri simpanan yang bernama Dasima, gadis dusun
Kuripan, Bogor.
nyai dasima bwIa menjadi nyai (perempuan yang dijadikan gundik tanpa dinikahi) atau istri simpanan seorang pria berkebangsaan Inggris bernama Edward William, salah satu orang kepercayaan Letnan Gubernur Sir Thomas Stamford Raffles pada zaman pemerintahan Hindia-Belanda.
Oleh sebab itu, akhirnya Nyai Dasima pindah ke Batavia. Lokasi cerita terjadi di sekitaran Tangerang dan Batavia pada tahun 1813-1820-an.
Karena kecantikan dan kekayaannya, Nyai Dasima menjadi terkenal. Samiun seorang tukang sado yang bersemangat ingin memperistrinya, meminta dukun bernama Mak Buyung agar Nyai Dasima menerima cintanya.
Akhirnya Nyai Dasima dinikahi walaupun Samiun sudah beristri. Namun setelah berhasil dijadikan istri mudanya, Nyai Dasima hanya disia-siakan Samiun, dan kejadian tragis yang mengerikan, akhirnya pun terjadi.!


nyai dasima bwIa menjadi nyai (perempuan yang dijadikan gundik tanpa dinikahi) atau istri simpanan seorang pria berkebangsaan Inggris bernama Edward William, salah satu orang kepercayaan Letnan Gubernur Sir Thomas Stamford Raffles pada zaman pemerintahan Hindia-Belanda.
Oleh sebab itu, akhirnya Nyai Dasima pindah ke Batavia. Lokasi cerita terjadi di sekitaran Tangerang dan Batavia pada tahun 1813-1820-an.
Karena kecantikan dan kekayaannya, Nyai Dasima menjadi terkenal. Samiun seorang tukang sado yang bersemangat ingin memperistrinya, meminta dukun bernama Mak Buyung agar Nyai Dasima menerima cintanya.
Akhirnya Nyai Dasima dinikahi walaupun Samiun sudah beristri. Namun setelah berhasil dijadikan istri mudanya, Nyai Dasima hanya disia-siakan Samiun, dan kejadian tragis yang mengerikan, akhirnya pun terjadi.!
Cantiknya Nyai Dasima
Perempuan yang bahenol itu cantik sekali
pada zamannya. Karena kecantikannya, tuan Edward terpikat dan berupaya
dengan berbagai cara untuk mendapatkannya. Ia adalah Dasima, wanita yang
berasal dari dusun Kahuripan, letaknya di sebelah kanan desa Cise’eng,
setelah menempuh perjalanan 10 kilometer dari Kawasan Parung, (dulu
masuk wilayah) Bogor, (kini) Jawa Barat.
Dasima wanita cantik yang enggan hidup
melarat. Karenanya Dasima dengan senang hati menjadikan dirinya sebagai
wanita piaraan tuan Edward. Hasil hubungan mereka membuahkan seorang
anak wanita bernama Nancy.
Meskipun telah beranak, Dasima tetap
cantik seperti masa perawannya. ltulah yang mendorong tuan Edward
laki-Iaki asal Inggris tak segan-segan memberikan sebuah rumah serta
para pembantu yang siap melayani keperluan Dasima. Semula Dasima dan
tuan Edward menetap di Curug Tangerang, kemudian pindah ke Pejambon
Batavia.
Setiap lelaki dewasa yang lewat didepan
rumahnya, manakala melihat Nyai Dasima, maka menitiklah air liur mereka.
Bagi mereka yang telah beristeri, tumbuh sesaat penyesalan mengapa
tidak beristerikan wanita itu saja, pastilah hidup bahagia, cahaya
kecantikan yang terpancar dari bola matanya, bersih kencang kulitnya dan
liuk lekuk tubuhnya yang bagai gitar.
Bagi lelaki perjaka dan duda, ada setetes
keinginan untuk memperisterikan Nyai Dasima. Sungguh, ada magnit yang
melekat ditubuhnya membuat lelaki secara refleks mengalih pandang kearah
rumah Dasima dan berharap bisa melihat meskipun sehelai rambut lewat
jendela.
Cinta Ditolak, Dukun Bertindak
Seorang lelaki tukang sado lokal bernama
Samiun yang beruntung, karena punya paman seorang tentara dengan jabatan
Komandan Onder Distrik Gambir, sehingga punya peluang untuk
berkesempatan masuk ke rumah Nyai Dasima atas urusan pamannya.
Samiun sekalipun telah beristerikan
Hayati, tetapi melihat Nyai Dasima, goncanglah ketahanan jiwanya. Hayati
isterinya yang dahulu dipuja dan diburu kini baginya hampir bagaikan
kendaraan tua rongsokan bilamana dibandingkan dengan Nyai Dasima ibarat
kereta kencana para raja.
Samiun tergila-gila dan merubuhkan pilar
imannya, menghalalkan segala cara untuk bisa mendapatkan seorang Nyai
Dasima yang dimatanya bagaikan Cleopatra seperti dalam Mitologi Yunani
ataupun bagaikan Sinta dalam cerita pewayangan.
Samiun dengan segala daya upaya
mengumpulkan uang, lalu mencari Haji Salihun di Pecenongan untuk minta
guna-guna agar bisa memetik kuntum Pejambon, Nyai Dasima yang cantik
rupawan.
Samiun dengan akal liciknya berhasil
menyuap mak Buyung untuk menjadi perantara sekaligus ujung tombak panah
asmaranya agar bisa menancap direlung hati Nyai Dasima. Berbekal sehelai
rambut Nyai Dasima yang diperoleh lewat tangan kotor, Mak Buyung mulai
mengendalikan permainan mistik.
Nyai Dasima berubah, kini Samiun
dimatanya adalah pria tergagah di Batavia, yang tak sebanding bilaman
dijejer dengan Edward yang tak lebih dari lelaki tua karatan yang tak
ada harga di pasar Senen.
Melalui permainan mistik, Nyai Dasima
menyongsong Samiun yang menanti ditepi kali dengan getek bambu. Mereka
pergi ke rumah Mak Soleha ibunya Samiun. Nyai Dasima menetap di rumah
itu, di bilangan Kwitang yang dulunya berawal dari kata Kwee Tang Kiam, seorang pendekar China di Batavia yang terkenal dimasanya.

Kawasan
Kwitang – Bambu deliverance at kampung Kwitang in Batavia ./ Pengiriman
bambu di Kampung Kwitang, Batavia (Jakarta) (1910-1920) (pic:
wikimedia)
Ingin Kaya, Samiun Nikahi Dasima Sebagai Istri Kedua
Sebelum menggelar rencana, Samiun telah
berkolusi dengan Hayati sang isteri. Dengan janji harta untuk Hayati,
disetujui Samiun menikahi Nyai Dasima dengan harapan dapat meraup harta.
Persetujuan isterinya membuat Samiun percaya diri dalam mendapatkan
Nyai Dasima.
Perempuan cantik kembangnya Pejambon,
kini berada dalam rumahnya, menurutnya seperti kerbau dicucuk hidungnya.
Samiun memanggil penghulu agama dan pernikahan dilangsungkan. Ketika
pernikahan berlangsung di tangan Nyai Dasima ada nilai harta sebesar
6000 Gulden, suatu jumlah yang sungguh banyak dibanding gaji seorang
wedana di Batavia tak lebih dari 50 Gulden.
Samiun menyayangi Nyai Dasima, demikian
juga dengan Mak Soleha ibu kandungnya serta Hayati istri pertamanya.
Namun berangsur hari semakin surut rasa sayang tersebut karena harta
yang dibawa Nyai Dasima semakin berkurang dan akhirnya ludes. Kini, Nyai
Dasima justru menjadi beban mereka. Sebenarnya masih ada hartanya,
tetapi di Pejambon dan itu tak mungkin diambil.
Melihat perilaku Hayati, Mak Soleha dan
Samiun yang berubah total, Nyai Dasima sadar bahwa dirinya menjadi objek
Samiun, Hayati dan Mak Soleha. Nyai Dasima tak tahan lagi dan minta
cerai. Samiun setuju menceraikan dengan syarat harta Nyai Dasima yang
ada di Pejambon pemberian tuan Edward harus diserahkan pada Samiun.
Hayati sangat berperan dalam menentukan
langkah Samiun. Hayati terus mendesak agar Samiun bisa memperoleh harta
Nyai Dasima. Dengan berbagai upaya Samiun mencoba melunakkan hati Nyai
Dasima agar bersedia mengalihkan hartanya, tetapi hal itu sulit
dilakukan Nyai Dasima.
Tidak mungkin ia kembali ke Pejambon
menemui tuan Edward, jangan-jangan kemurkaan dan penjara yang didapatnya
karena telah mempermalukan tuan Edward dimata orang Belanda dan Eropa
umumnya.
Jatuh Miskin, Samiun Ceraikan Dasima Istri Keduanya
Samiun akhirnya menceraikan Nyai Dasima
tetapi tak mendapatkan hartanya. Tapi Nyai Dasima tetap berada di rumah
Samiun karena tak punya saudara di Batavia, ia tak punya uang lagi untuk
pulang ke kampungnya, iapun tak punya keberanian menemui tuan Edward
untuk memohon pengampunan atas kecurangan yang dilakukannya.
Hayati menjadi semakin kesal melihat Nyai
Dasima yang telah berubah menjadi beban bagi keluarganya. Hayati
mendesak Samiun untuk menyingkirkan Nyai Dasima.
“Buat apaan dia disono kalo nyusahin kite Un,” ujar Hayati pada Samiun.
“Sabar, gue pan mesti mikiri pegimane caranye,” jawab Samiun.
Samiun yang terus didesak oleh Hayati
untuk mengusir Nyai Dasima karena sudah tidak bermanfaat lagi baginya,
serta ketidaktepatan janjinya juga, maka Samiun linglung dan mengambil
keputusan penuh, yaitu menghabisi nyawa Nyai Dasima.
Untuk melakukan hal itu Samiun tak
sanggup sendiri, perlu menggunakan tangan orang lain. Maka, Samiun
menyewa bang Puase, seorang jagoan dari Kwitang dengan upah 100 Pasmat.
Samiun merundingkan teknis pelaksanaan
penghabisan nyawa Nyai Dasima. Akhirnya mereka menyepakati cara terbaik
yang harus dilakukan, Samiun menyerahkan panjar sebesar 5 pasmat kepada
bang Puase kemudian kembali ke rumahnya.
Sikap Samiun mengembangkan senyum yang
manis sekali kepada Nyai Dasima membuat Mak Soleha menjadi kaget,
mengapa Samiun bukannya mengusir Nyai Dasima malah berbaikan?
Hayati yang mendengarkan cerita dari Mak
Soleha tentang sikap bang Samiun menjadi sangat kesal. Ingin saja ia
pergi ke rumah itu untuk menghabisi nyawa Nyai Dasima.
Jebakan Samiun: Ketika Ketidaksetiaan Dibalut Cinta
Sikap Samiun yang simpatik dan terkesan
melindunginya justru membuat semangat Nyai Dasima tumbuh dan hadir
kembali perasaan untuk menyayangi Samiun.
Samiun mengajak Nyai Dasima ke kampung Ketapang untuk mendengarkan pertunjukan “tukang cerite” atau “seni tutur” tentang Amir Hamzah. Pertunjukkan “tukang cerite” berada di Gang Ketapang (depan Sawah Besar, Jalan Gajah Mada).
Dasima yang telah melimpahkan harapannya
kepada Samiun langsung setuju dengan ajakan tersebut. Nyai Dasima
berharap mungkin malam ini adalah malam terindah dalam hidupnya dengan
Samiun, dapat berjalan dibawah sinar rembulan sambil bercengkerama
menumpahkan perasaannya selama ini terkandas di dasar lautan kebencian
Hayati dan Mak Soleha.
Nyai Dasima segera bersolek secantik
mungkin dengan memakai pakaian paling indah yang masih dimilikinya. Mak
Soleha ibunda Samiun malah menjadi jijik dan hampir saja meludahi muka
Nyai Dasima, untung ada Samiun sehingga masih ada rasa segan pada sang
anak.
Mak Soleha memanggil Samiun dan berkata, “Un apa gue nggak saleh liat?”
“Ada ape nyak ?”
“Bukannye orang ntu udah lu cerai-in ?”
“Pan dulu nyak, sekarang pan laen.”
“Laen apenye? ape elmu pelet lu udah ngebalik ame diri lu ndiri?”
“Lha kagak nyak,” jawab Samiun.
“Bukannye orang ntu udah lu cerai-in ?”
“Pan dulu nyak, sekarang pan laen.”
“Laen apenye? ape elmu pelet lu udah ngebalik ame diri lu ndiri?”
“Lha kagak nyak,” jawab Samiun.
Mak Soleha menjadi aneh dengan perilaku
Samiun, jangan-jangan ilmu pelet Samiun menjadi bumerang buat Samiun
sendiri. Hayati yang mendengarkan laporan Mak Soleha kelihatannya acuh
tak acuh.
Hayati sendiri sudah hilang kesabaran
atas janji Samiun yang akan memberikan harta yang banyak buatnya.
Sekarang Hayati masa bodoh, tak ada gunanya berharap lagi dan rasanya
tak ada urusannya lagi dengan Nyai Dasima dan Samiun.
“Ti… lu kok masa bodoh ?” tanya Mak Soleha keheranan.
“Abis, mau diapain lagi? gua kagak percaya ame Samiun”.
“Kalau Samiun jadi pegi ame Dasima trus kagak balik lagi, pegimane ?”.
“Biarin aje, gue juga bisa cari lelaki laen!”
“Astaghfirullah !”
“Percuma nyak ngucap kalu niatnya kagak baek ame ntu orang.”
“Abis, mau diapain lagi? gua kagak percaya ame Samiun”.
“Kalau Samiun jadi pegi ame Dasima trus kagak balik lagi, pegimane ?”.
“Biarin aje, gue juga bisa cari lelaki laen!”
“Astaghfirullah !”
“Percuma nyak ngucap kalu niatnya kagak baek ame ntu orang.”
Mak Soleha menjadi kaget dengan
pernyataan Hayati seakan menuding dirinya ikut dalam permainan kotor
mendapatkan harta milik Nyai Dasima. Mak Soleha menjadi benci dengan
Hayati dan bertekad minta pada Samiun justru untuk menceraikan Hayati,
biarlah dengan Nyai Dasima saja.
Mak Soleha berubah pikiran dan menyesali
sikapnya yang sempat membenci Nyai Dasima belakangan ini. Mak Soleha
segera kembali ke rumahnya tetapi mendapati Samiun dan Nyai Dasima telah
pergi.
Samiun dan Nyai Dasima akhirnya pergi ke
Ketapang. Mereka bergandengan tangan bagaikan dua sejoli yang baru
mengenal cinta pertama. Sambil berjalan, Samiun kelihatan gugup. Ingin
saja ia mengurungkan niat untuk tidak jadi pergi, tetapi menjadi bimbang
manakala mengingat Hayati yang terus mendesaknya, dan Mak Soleha yang
selalu menatap dengan nanar dan lecehan.
“Rangkulin pinggang aye Un,” pinta Nyai Dasima,
“Ah, kayak orang baru demenan aje,” sahut Samiun.
“Ah, kayak orang baru demenan aje,” sahut Samiun.
Tetapi tangannya lalu melingkari pinggang
Nyai Dasima. Tiba-tiba Samiun menghentikan langkah, Nyai Dasima ikut
berhenti dan bertanya.
“Ade ape Bang Miun ?”
“Kite jalan sono aje.”
“Pan jalan Ketapang lewat sini. “
“Abang kuatir kalo-kalo ada opas Belande, nanti kita bisa di tangkap, lagian tuan Edward pasti masih nyariin elu.”
“Kite jalan sono aje.”
“Pan jalan Ketapang lewat sini. “
“Abang kuatir kalo-kalo ada opas Belande, nanti kita bisa di tangkap, lagian tuan Edward pasti masih nyariin elu.”
Mereka menggunakan jalan lain, jalan
setapak yang akan melewati sebuah kali dengan jembatan titian bambu. Di
ujung tepian kali tempat menyeberang, Samiun melepaskan Nyai Dasima
sendiri di belakang, bukannya justru menuntun tangan Nyai Dasima agar
tidak terpeleset manakala sedang menyeberang jembatan.
Saat berada ditengah jembatan, Nyai
Dasima tertinggal di belakang dan memanggil Samiun tetapi Samiun
meneruskan langkah untuk sampai ke tepian seberang kali. Dalam
kesempatan itu, sebuah bayangan muncul.
Bayangan seorang lelaki kekar dengan
sigap memburu kearah Nyai Dasima sambil mengirimkan pukulan maut ke
tengkuk Nyai Dasima tapi pukulan itu meleset karena Nyai Dasima sempat
melangkah sebelum tangan lelaki kekar itu mendarat.
Namun pukulan itu tak meleset sama
sekali, yang tetap terkena bagian belakang dan sakitnya bukan main, Nyai
Dasima menjerit memanggil Samiun. Tapi Samiun dengan tenang dan
mencibir ia berkata, “Ajal elu udah sampe, biarin, pasrahin aje diri lu..!“
Nyai Dasima berusaha lari untuk minta
perlindungan pada Samiun yang telah berdiri di seberang tepian kali.
Namun memang sudah naas bagi Nyai Dasima, sebuah pukulan keras yang
keluar dari tangan seorang jagoan terkenal Bang Puase, mendarat tepat
pada posisi yang sensitif di bagian tengkorak kepala.
Seketika, Nyai Dasima rubuh bagai daun
kering diterjang badai gurun. Mata sebelah kanannya melotot, lidah
terjulur keluar yang sebagian putus tergigit gigi yang merapat akibat
tekanan dari atas, darah mengucur dari hidung dan mulut, Nyai Dasima
rubuh.
Lalu, Bang Puase menyongsong dengan golok
tergenggam, langsung menggorok leher Nyai Dasima. Tamatlah ajal Nyai
Dasima yang disertai semburan darah yang keluar dari urat di lehernya.

Nyai
yang bahenol ini dibunuh kira-kira di dekat rumah yang terlihat di
foto. Mayatnya dilemparkan ke kali (kira-kira samping toko buku Gunung
Agung) dan ditemukan di dekat kediaman tuan Edward W di Pejambon, di
belakang kantor Ditjen Perhubungan Laut sekarang ini.
Samiun berdiri terpaku, kemudian memburu
Nyai Dasima yang telah berubah menjadi seonggok bangkai manusia. Samiun
mengangkat mayat Nyai Dasima dengan kedua belah tangannya.
Kenangan indah ketika baru pertama kali
menjadi isterinya tetap terlihat lewat mata Nyai Dasima yang terbuka,
bagaikan filem romantis yang digulung ulang, seketika terekam saat-saat
bahagia selama ini yang justru membuat Saimun yang sok ganteng,
menitikkan air mata.
Setelah beberapa saat, Bang Puase dan
Samiun berembuk sebentar untuk membuang mayat Nyai Dasima di kali
Ciliwung, kemudian mereka melemparkanlah mayat Nyai Dasima ke kali
Ciliwung.
Namun ternyata ada beberapa saksi mata,
Si Kuntum yang berjalan bersama Bang Puase diancam akan dibunuh bila
membuka rahasia kematian Nyai Dasima. Sementara di seberang kali,
dibalik rerimbunan pohon, ada penduduk lokal Musanip dan Ganip yang
sedang memancing, mereka juga menyaksikan peristiwa itu dengan jelas,
dan keduanya ketakutan, bersembunyi agar tidak diketahui oleh Bang
Puase.
Isteri Musanip yang rumahnya berdekatan
dengan peristiwa itu terjadi, sempat mendengar jeritan Nyai Dasima, dan
mengintip melalui celah dinding bambu rumahnya, juga ikut ketakutan jika
diketahui oleh Bang Puase.
Bangkai Nyai Dasima hanyut terbawa arus
kali Ciliwung. Bangkai tersebut kemudian menyangkut di tangga tempat
mandinya tuan Edward, orang yang pemah memeliharanya sebagai isteri
piaraan.
Tuan Edward sangat terpukul dan menangis
setelah melihat bangkai tubuh yang telah rusak mengenaskan dan sudah
mengambang tak bernyawa, ternyata adalah Nyai Dasima, istri simpanannya.
Tuan Edward segera melaporkan ke polisi tentang kematian Nyai Dasima.
Di depan polisi tuan Edward mengakui
bahwa Nyai Dasima adalah isterinya. Karena pengaduan tersebut, polisi
distrik Weltevreden menganggap hal ini sebagai persoalan serius yang
bisa mengancam jiwa setiap orang Eropa khususnya Belanda.
Polisi menerapkan cara mengadakan
sayembara berhadiah 200 pasmat bagi siapa saja yang bisa memberikan
keterangan akurat tentang siapa yang menbunuh Nyai Dasima.
Tergiur oleh jumlah uang, Kuntum, Musanip
dan Ganip tak kuatir kemungkinan kemarahan Bang Puase di kemudian hari.
Mereka melaporkan kepada polisi tentang kejadian yang dilihat.
“Jadi si Puase yang bunuh itu Madam Edward ?”
“Betul, Tuan.”
“Bagus, kamu orang pantas diberi hadiah nanti.”
“Tapi kami takut, Tuan.”
“Takut apa ?”
“Takut ame Bang Puase.”
“Ne, kamu orang jangan takut.”
“Betul, Tuan.”
“Bagus, kamu orang pantas diberi hadiah nanti.”
“Tapi kami takut, Tuan.”
“Takut apa ?”
“Takut ame Bang Puase.”
“Ne, kamu orang jangan takut.”
Atas dasar laporan dan kesaksian
tersebut, maka polisi menangkap Bang Puase beserta barang bukti golok
yang belum sempat dia bersihkan dari darah Nyai Dasima.
Maka pelaku pembunuhan yaitu Bang Puase
ditangkap, kemudian dijebloskan ke penjara. Setelah persidangan, ia
tewas dihukum gantung.
Sedangkan Samiun melarikan diri dan tak
kembali lagi ke Kwitang karena takut ditangkap, sebab dialah sebenarnya
dalang yang menyewa Bang Puase untuk membunuh Nyai Dasima.
Lalu, setelah hampir dua ratus tahun kemudian… mitos dan legenda ini, masih tetap berlanjut…
Comments
Post a Comment