TANAH TERLANTAR
Definisi tanah terlantar
Definisi tanah terlantar tidak diatur di dalam
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban
dan Pendayagunaan Tanah Terlantar (“PP No.11/2010”), tetapi diatur di
dalam Pasal 1 angka 6 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor 4 tahun 2010 tentang Tata Cara Penertiban Tanah Terlantar.
Tanah terlantar adalah tanah yang sudah diberikan hak oleh negara berupa Hak
Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan Hak Pengelolaan, atau
dasar penguasaan atas tanah yang tidak diusahakan, tidak dipergunakan, atau
tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan pemberian hak
atau dasar penguasaannya.
Adapun yang dimaksud dengan Tanah
Terlantar adalah tanah yang sudah diberikan hak oleh negara berupa Hak Milik,
Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, dan Hak Pengelolaan, atau dasar
penguasaan atas tanah yang tidak diusahakan, tidak dipergunakan, atau tidak
dimanfaatkan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan pemberian hak atau
dasar penguasaannya. (Pasal 1 Angka 6 Perka BPN No.4 / 2010).
Namun Pengertian Tanah Terlantar ini
harus dibedakan dengan pengertian Tanah yang diindikasikan Terlantar, adapun
yang dimaksud dengan Tanah yang diindikasikan Terlantar adalah tanah yang
diduga tidak diusahakan, tidak dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai
dengan keadaan atau sifat dan tujuan pemberian hak atau dasar penguasaannya
yang belum dilakukan identifikasi dan penelitian. (Pasal 1 Angka 5 Perka BPN
No.4 / 2010).
Perbedaan keduanya terletak pada
telah atau tidaknya dilakukan identifikasi dan penelitian terhadap suatu tanah
yang tidak diusahakan, tidak dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai
dengan keadaan atau sifat dan tujuan pemberian haknya tersebut, sehingga
sebelum adanya penetapan suatu tanah dalam kondisi diatas suatu tanah tidak
bisa dikatakan tanah terlantar melainkan masih berstatus tanah yang
diindikasikan tanah terlantar.
Persyaratan dan Kondisi (Kategori)
Suatu Tanah Terlantar
Pada dasarnya berdasarkan Pasal 2 PP
No.11/2010 Suatu Tanah dapat diindikasikan sebagai tanah terlantar apabila
memenuhi kondisi sebagai berikut:
1.
Tanah tersebut sudah sudah diberikan
hak oleh Negara berupa Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai,
dan Hak Pengelolaan, atau dasar penguasaan atas tanah;
2.
Tanah tersebut tidak diusahakan,
tidak dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaannya atau sifat
dan tujuan pemberian hak atau dasar penguasaannya.
Namun yang perlu diperhatikan
meskipun Pasal 2 PP No.11/2010 menentukan bahwa suatu tanah dapat diindikasi
sebagai tanah terlantar hanya apabila telah terdapat dasar penguasaan atas
tanah diatasnya namun dalam Pasal 17 ayat 2 huruf f Perka BPN No.4 / 2010 Jo
Perka BPN No.9/2011, ditentukan bahwa terhadap tanah yang belum diajukan
permohonan hak untuk dasar penguasaan tanah diatasnya dapat ditetapkan sebagai
tanah terlantar oleh Kepala Kantor Pertanahan Wilayah.
Sebagai informasi untuk dapat
dilakukan identifikasi dan penelitian atas suatu tanah sebagai Tanah Terlantar
oleh Kepala Kantor Wilayah Pertanahan, terdapat pembatasan jedah waktu yang
harus terpenuhi atas bidang-bidang tanah yang terindikasi terlantar tersebut,
yaitu sebagai berikut: (Pasal 6 ayat 1 PP No.11 / 2010)
1.
Untuk tanah yang berstatus Hak
Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai maka identifikasi dan
penelitian tanah terlantar dapat dilakukan terhitung mulai 3 (tiga) tahun sejak
diterbitkan hak-hak atas tanah tersebut; atau
2.
Sejak berakhirnya izin/keputusan/surat
dasar penguasaan atas tanah dari pejabat yang berwenang.
Namun demikian yang perlu
diperhatikan adalah tidak semua tanah yang dalam kondisi di atas dapat
ditetapkan sebagai tanah terlantar, Penetapan sebagai Tanah Terlantar
dikecualikan pada tanah-tanah sebagai berikut: (Pasal 3 PP No.11 / 2010)
·
tanah Hak Milik atau Hak Guna
Bangunan atas nama perseorangan yang secara tidak sengaja tidak dipergunakan
sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan pemberian haknya; dan
·
tanah yang dikuasai pemerintah baik
secara langsung maupun tidak langsung dan sudah berstatus maupun belum
berstatus Barang Milik Negara/Daerah yang tidak sengaja tidak dipergunakan
sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan pemberian haknya.
Prosedur Penetapan Suatu Tanah
Terlantar
Adapun Penetapan suatu tanah yang
diindikasikan sebagai tanah terlantar untuk ditetapkan menjadi Tanah Terlantar
akan dilakukan melalui 4 tahapan (Pasal 3 Perka BPN No.4 / 2010 Jo Perka BPN
No.9/2011), yaitu meliputi:
1. Tahap 1 : inventarisasi tanah hak
atau dasar penguasaan atas tanah yang terindikasi terlantar
Pada tahap ini Kepala Kantor Wilayah
BPN akan melakukan Inventarisasi Tanah terhadap tanah yang terindikasi sebagai
Tanah Terlantar, dimana inventarisasi tersebut dilakukan berdasarkan informasi
mengenai adanya tanah terlantar yang dapat diperoleh dari beberapa sumber
yaitu:(Pasal 4 Perka BPN No.4 / 2010 Jo Perka BPN No.9/2011)
·
Hasil pemantauan lapangan oleh
Kantor Wilayah atau Kantor Pertanahan;
·
laporan dinas/instansi lainnya;
·
laporan tertulis dari masyarakat,
dan
·
laporan tertulis dari pemegang hak.
Adapun Inventarisasi tanah yang
terindikasi sebagai tanah terlantar tersebut dilaksanakan melalui melalui 3
tahapan kegiatan, yaitu meliputi: (Pasal 6 Perka BPN No.4 / 2010 Jo Perka BPN
No.9/2011):
1.
Pengumpulan data mengenai tanah yang
terindikasi terlantar, dimana dalam tahap ini Kantor Wilayah BPN akan
mengumpulkan data-data tekstual atas tanah yang diindikasikan terlantar yaitu
meliputi nama dan alamat pemegang hak, tanggal pemberian hak, letak dan luas
tanah, penggunaan tanah, luas tanah yang diindikasikan terlantar serta
berakhirnya sertifikat tanah. Selain itu juga akan dikumpulkan data yang
bersifat spasial yaitu berupa peta yang dilengkapi dengan kooridnat posisi
bidang tanah yang terindikasi tanah terlantar;
2.
Pengelompokan data tanah yang
terindikasi terlantar, pada tahap ini Kepala Kantor Pertanahan Wilayah akan
menglompokan data tanah yang diindikasi sebagai tanah terlantar yang didapatkan
tersebut berdasarkan wilayah kabupaten/kota dan jenis hak/dasar penguasaanya;
3.
Pengadministrasian data hasil
inventarisasi tanah terindikasi terlantar , setelah data dikelompokan maka
data-data hasil inventarisasi tanah terindikasi terlantar tersebut akan
ditertib administrasikan untuk keperluan pelaporan, bahan analisis dan
penentuan tindakan selanjutnya
2. Tahap 2 : identifikasi dan
penelitian tanah terindikasi terlantar
Setelah didapatkan data-data tanah
yang terindikasi sebagai tanah terlantar, maka akan ditindaklanjuti dengan
identifikasi dan penelitian aspek administrasi dan penelitian lapangan. Pada
tahap ini, Kepala Kantor Wilayah BPN akan menganalisis hasil inventarisasi
tersebut di atas untuk menyusun dan menetapkan target yang akan dilakukan identifikasi
dan penelitian terhadap tanah terindikasi terlantar. Untuk menetapkan target
yang bersangkutan, Kepala Kantor Wilayah akan menyiapkan data dan informasi
tanah terindikasi terlantar (Pasal 8 ayat 1 Perka BPN No.4 / 2010 Jo Perka BPN
No.9/2011). Adapun kegiatan penyiapan data dan informasi tersebut akan meliputi
beberapa kegiatan yaitu: (Pasal 8 ayat 2 Perka BPN No.4 / 2010 Jo Perka BPN
No.9/2011)
1.
verifikasi data fisik dan data
yuridis meliputi jenis hak dan letak tanah;
2.
mengecek buku tanah dan/atau warkah
dan dokumen lainnya untuk mengetahui keberadaan pembebanan, termasuk data,
rencana, dan tahapan penggunaan dan pemanfaatan tanah pada saat pengajuan hak;
3.
meminta keterangan dari pemegang hak
dan pihak lain yang terkait, apabila pemegang hak/kuasa/wakil tidak memberikan
data dan informasi atau tidak ditempat atau tidak dapat dihubungi, maka
identifikasi dan penelitian tetap dilaksanakan dengan cara lain untuk
memperoleh data;
4.
melaksanakan pemeriksaan fisik
berupa letak batas, penggunaan dan pemanfaatan tanah dengan menggunakan
teknologi yang ada;
5.
melaksanakan ploting letak
penggunaan dan pemanfaatan tanah pada peta pertanahan berdasarkan hasil
pemeriksaan fisik;
6.
membuat analisis penyebab terjadinya
tanah terlantar antara lain menyangkut permasalahan-permasalahan penyebab
terjadinya tanah terlantar, kesesuaian dengan hak yang diberikan, dan
kesesuaian dengan tata ruang;
7.
menyusun laporan hasil identifikasi
dan penelitian;
Proses pelaksanaan kegiatan
penyiapan data dan informasi di atas akan diberitahukan secara tertulis kepada
pemegang hak yang bersangkutan sesuai dengan alamat dan domisilinya (Pasal 8
ayat 3 Perka BPN No.4 / 2010 Jo Perka BPN No.9/2011)
Setelah data hasil identifikasi dan
penelitian di atas dinilai cukup sebagai bahan pengambilan keputusan upaya
penertiban, maka Kepala Kantor Wilayah akan membentuk Panitia C yang terdiri
dari unsur Kantor Wilayah, Kantor Pertanahan, Pemerintah Daerah, dan instansi
yang berkaitan dengan peruntukan tanah yang bersangkutan. (Pasal 9 Perka BPN
No.4 / 2010 Jo Perka BPN No.9/2011). Pantia C ini pada dasarnya adalah pihak
yang akan secara langsung berkomunikasi dengan pemegang hak untuk meneliti
apakah tanahnya tersebut dapat ditetapkan sebagai tanah terlantar, Adapun tugas
dari Panitia C ini meliputi beberapa hal terkait identifikasi dan penelitian
terhadap tanah terlantar yaitu sebagai berikut (Pasal 11 Perka BPN No.4 / 2010
Jo Perka BPN No.9/2011):
1.
melakukan verifikasi data fisik dan
data yuridis;
2.
mengecek buku tanah dan/atau warkah
dan dokumen lainnya untuk mengetahui keberadaan pembebanan, termasuk data,
rencana, dan tahapan penggunaan dan pemanfaatan tanah pada saat pengajuan hak;
3.
meminta keterangan dari pemegang hak
dan pihak lain yang terkait, dan Pemegang Hak dan pihak lain harus memberi
keterangan atau menyampaikan data yang diperlukan;
4.
melaksanakan pemeriksaan fisik
dengan menggunakan teknologi yang ada;
5.
melaksanakan ploting letak
penggunaan dan pemanfaatan tanah pada peta pertanahan;
6.
membuat analisis penyebab terjadinya
tanah terlantar;
7.
menyusun laporan hasil identifikasi
dan penelitian;
8.
melaksanakan sidang panitia untuk
membahas dan memberikan saran pertimbangan kepada Kepala Kantor Wilayah dalam
rangka tindakan penertiban tanah terlantar; dan
9.
membuat dan menandatangani Berita
Acara atas identifkasi dan penelitian tersebut.
Selanjutnya terhadap hasil
penelitian dan identifikasi tersebut, Panitia C akan menyampaikan laporan akhir
serta Berita Acara pelaksanaannya kepada Kepala Kantor Wilayah BPN setempat.
(Pasal 13 Perka BPN No.4 / 2010 Jo Perka BPN No.9/2011)
3. Tahap 3 : peringatan terhadap
pemegang hak
Jika berdasarkan hasil identifikasi
dan penelitian di atas ditemukan atau terbukti adanya tanah yang
diterlantarkan, maka Kepala Kantor Wilayah akan memberitahukan kepada pemegang
hak atas tanah tersebut dan sekaligus memberikan peringatan kepadanya . Adapun
Peringatan tersebut akan terdiri dari 3 Tahapan Peringatan yaitu meliputi:
1) Peringatan Pertama
Setelah ditemukan adanya tanah
terlantar berdasarkan hasil identifikasi dan penelitian, maka Kepala Kantor
Wilayah akan segera mengirimkan peringatan pertama kepada pemegang hak (Pasal
14 ayat 1 Perka BPN No.4 / 2010 Jo Perka BPN No.9/2011). Adapun isi peringatan
pertama tersebut memuat agar dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal
diterbitkan surat peringatan tersebut, pemegang hak harus mengusahakan,
menggunakan dan memanfaatkan tanahnya sesuai keadaan atau sifat dan tujuan
pemberian haknya atau dasar penguasaannya (Pasal 14 ayat 2 Perka BPN No.4 /
2010 Jo Perka BPN No.9/2011) dan akan diberikan peringatan kedua apabila tidak
melaksanakan isi peringatan pertama ini. Dalam surat peringatan pertama
tersebut juga ditentukan hal-hal yang konret yang harus pemegang hak lakukan,
adapun tindakan-tindakan konret tersebut berdasarkan Pasal 15 ayat 2 Perka BPN
No.4 / 2010 adalah sebagai berikut:
·
mengusahakan, menggunakan, dan
memanfaatkan tanahnya sesuai keadaan atau sifat dan tujuan pemberian haknya;
·
dalam hal tanah yang digunakan tidak
sesuai dengan sifat dan tujuan pemberian haknya, pemegang hak harus mengajukan
permohonan perubahan hak atas tanah kepada Kepala sesuai dengan peraturan yang
berlaku;
·
mengajukan permohonan hak untuk
dasar penguasaan atas tanah mengusahakan, menggunakan, atau memanfaatkan
tanahnya sesuai dengan ijin/keputusan/surat dari pejabat yang berwenang.
Disamping itu berdasarkan Lampiran 6
Perka BPN No.4 / 2010, pemegang hak juga berkewajiban menyampaiakn laporan
berkala setiap 2 (dua) mingguan kepada Kepala Kantor Wilayah Pertanahan
setempat.
2) Peringatan Kedua
Apabila dalam jangka 1 (satu) bulan
yang ditentukan dalam Surat Peringatan Pertama berakhir namun pemegang hak
belum juga mengusahakan/menggunakan/memanfaatkan tanah tersebut dan/atau
melakukan hal-hal konret lainnya sebagaimana ditentukan dalam surat Peringatan
Pertama maka Kepala Kantor Pertanahan Wilayah akan mengirimkan Surat Peringatan
Kedua setelah berakhirnya jangka waktu surat Peringatan Pertama (Pasal 14 ayat
4 Perka BPN No.4 / 2010 Jo Perka BPN No.9/2011).
Berdasarkan Lampiran 7 Perka BPN
No.4 / 2010 isi peringatan kedua ini pada dasarnya sama dengan isi pada surat
peringatan pertama yaitu pada dasarnya pemegang hak harus mengusahakan,
menggunakan dan memanfaatkan tanahnya sesuai keadaan atau sifat dan tujuan
pemberian haknya atau dasar penguasaannya dalam jangka 1 (satu) bulan sejak
diterbitkan surat peringatan tersebut serta hal-hal konret lainnya serta akan
diberikan peringatan ketiga apabila tidak mengindahkan peringatan ini.
Disamping itu pemegang hak juga berkewajiban menyampaiakn laporan berkala
setiap 2 (dua) mingguan kepada Kepala Kantor Wilayah Pertanahan setempat.
3) Peringatan Ketiga
Apabila pemegang hak tidak juga
melaksanakan peringatan kedua tersebut dalam jangka 1 (satu) bulan, setelah
memperhatikan kemajuan peringatan kedua, Kepala Kantor Wilayah akan memberikan
peringatan tertulis ketiga yang merupakan peringatan terakhir kepada pemegang
hak setelah jangka waktu surat peringatan kedua berakhir (Pasal 14 ayat 5 Perka
BPN No.4 / 2010 Jo Perka BPN No.9/2011) . Berdasarkan Lampiran 3 Perka BPN No.4
/ 2010 dan Pasal 15 Perka BPN No.4 / 2010 Isi peringatan Ketiga ini akan memuat
antara lain:
1.
Kewajiban mendayagunakan tanah, agar
dalam jangka waktu 1 (satu) bulan telah mengusahakan, menggunakan dan
memanfaatkan tanahnya sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan pemberian
haknya atau dasar penguasaannya;
2.
Sanksi, apabila tidak mengindahkan
dan tidak melaksanakan Peringatan III (terakhir) ini akan dijatuhkan sanksi
dimana tanahnya ditetapkan sebagai tanah terlantar, yang sekaligus memuat
hapusnya hak, putusnya hubungan hukum, dan penegasan tanahnya menjadi tanah
yang dikuasai langsung oleh negara;
3.
Kewajiban pelaporan perkembangan,
Pemegang hak wajib menyampaikan laporan berkala setiap 2 (dua) mingguan kepada
Kepala Kantor Wilayah mengenai perkembangan pendayagunaan tanah tersebut.
Terhadap masing-masing peringatan,
Kepala Kantor Wilayah akan melaksanakan pemantauan dan evaluasi lapangan
terhadap laporan pemegang hak pada akhir masa setiap peringatan, yang akan
menjadi dasar pertimbangan untuk melakukan tindakan selanjutnya. (Pasal 16 ayat
2 Perka BPN No.4 / 2010)
4. Tahap 4 : penetapan tanah
terlantar.
Dalam hal setelah diberikan
peringatan ketiga namun ternyata pemegang hak tidak mematuhinya, maka Kepala
Kantor Wilayah akan mengusulkan kepada Kepala BPN pusat agar tanah yang
bersangkutan ditetapkan sebagai tanah terlantar (Pasal 17 ayat 1 Perka BPN No.4
/ 2010).
Adapun kriteria tidak mematuhi
tersebut harus memenuhi kondisi sebagaimana ditentukan dalam Pasal 17 ayat 2
Perka BPN No.4 / 2010 Jo Perka BPN No.9/2011, yaitu sebagai berikut:
1.
tidak menggunakan tanahnya sesuai
dengan sifat dan tujuan pemberian haknya;
2.
masih ada tanah yang belum
diusahakan sesuai dengan Surat Keputusan atau dasar penguasaan tanah;
3.
masih ada tanah yang penggunaannya
tidak sesuai dengan Surat Keputusan atau dasar penguasaan tanah;
4.
tidak ada tindak lanjut penyelesaian
pembangunan;
5.
penggunaan tanah tidak sesuai dengan
Surat Keputusan atau dasar penguasaan tanah; atau
6.
belum mengajukan permohonan hak
untuk dasar penguasaan tanah.
Apabila kondisi tersebut terpenuhi,
maka tanah tersebut akan diusulkan sebagai tanah terlantar kepada Kepala BPN
pusat dan untuk sementara dinyatakan dalam keadaan status quo sejak tanggal
pengusulan sampai diterbitkan penetapan tanah terlantar oleh BPN Pusat ((Pasal
18 ayat 2 Perka BPN No.4 / 2010 Jo Perka BPN No.9/2011). Dan terhadap dari
tanah yang berstatus Quo tersebut, maka terhadapnya tidak dapat dilakukan
perbuatan hukum (Pasal 18 ayat 2 Perka BPN No.4 / 2010 Jo Perka BPN No.9/2011).
Selanjutnya Kepala BPN Pusat akan
menetapkan Keputusan Penetapan Tanah Terlantar yang isinya memuat hapusnya hak
atas tanah, pemutusan hubungan hukumnya, dan sekaligus menegaskan bahwa tanah
dimaksud dikuasai langsung oleh negara. (Pasal 19 Perka BPN No.4 / 2010 Jo
Perka BPN No.9/2011).
Adapun yang penting diperhatikan
paska diterbitkannya Keputusan Penetapan Tanah Terlantar oleh Kepala BPN pusat
adalah persentase tanah yang ditetapkan sebagai tanah terlantar serta
pengaruhnya terhadap tanah yang telah diusahakan/dimanfaatkan/digunakan. Hal
ini dikarenakan Pasal 20 ayat 1 Perka BPN No.4 / 2010 Jo Perka BPN No.9/2011
memberikan suatu kondisi dan hal yang harus dilakukan oleh pemegang hak
dalam hal seluruh atau sebagain tanah miliknya telah ditetapkan sebagai tanah
terlantar, rinciannya sebagai berikut:
1. Dalam Hal Tanahnya ditetapkan
sebagai Tanah Terlantar 100%
Apabila seluruh tanahnya ditetapkan
sebagai tanah terlantar diterlantarkan maka Keputusan Penetapan Tanah Terlantar
diberlakukan terhadap seluruh hamparan hak atas tanah tersebut.(Pasal 20 ayat 1
Perka BPN No.4 / 2010 Jo Perka BPN No.9/2011), maka akibatnya tanah tersebut
akan dikuasai langsung oleh negara yang akan didayagunakan untuk kepentingan
umum dan negara (Pasal 21 Perka BPN No.4 / 2010 Jo Perka BPN No.9/2011).
Selanjutnya Kepala Kantor Pertanahan akan mencoret sertipikat hak atas tanah
dan/atau sertipikat hak tanggungan dari daftar umum dan daftar isian lainnya
dalam tata usaha pendaftaran tanah, serta mengumumkan di surat kabar 1 (satu)
kali dalam waktu sebulan setelah dikeluarkannya keputusan Kepala yang
menyatakan bahwa sertipikat tersebut tidak berlaku (Pasal 22 ayat 2 Perka BPN
No.4 / 2010 Jo Perka BPN No.9/2011). Disamping itu, Pemegang Hak atas tanah
tersebut wajib mengosongkan tanah tersebut dari benda-benda diatasnya dengan
beban biaya yang bersangkutan.(Pasal 23 ayat1 Perka BPN No.4 / 2010 Jo Perka
BPN No.9/2011)
2. Dalam Hal Tanahnya ditetapkan
lebih dari 25% s/d100% Sebagai Tanah Terlantar Dari luas THak Atas Tanah Yang
Dimiliki.
Apabila sebagian hamparan tanah yang
diterlantarkan dengan persentase 25% s/d 100%, maka Keputusan Penetapan Tanah
Terlantar diberlakukan terhadap seluruh hak atas tanah tersebut, dan
selanjutnya kepada bekas Pemegang Hak diberikan kembali sebagian tanah yang
benar-benar diusahakan, dipergunakan, dan dimanfaatkan sesuai dengan keputusan
pemberian haknya, dengan melalui prosedur pengajuan permohonan hak atas tanah
atas biaya pemohon sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.(Pasal 20 ayat
3 Perka BPN No.4 / 2010 Jo Perka BPN No.9/2011). Adapun perhitungan persentase
tersebut ditentukan berdasarkan luas yang terdapat dalam ijin/keputusan/surat
yang telah ditetapkan oleh yang berwenang. Hal ini berarti untuk Lahan yang
sudah diusahakan/digunakan/dimanfaatkan Pemegang harus mengajukan permohonan
hak atas tanah sesuai dengan peraturan perundang-undangan atas bidang tanah
yang benarbenar diusahakan, dipergunakan, dan dimanfaatkan. (Pasal 20 ayat 5
Perka BPN No.4 / 2010 Jo Perka BPN No.9/2011)
3. Dalam Hal Tanahnya ditetapkan
kurang sama dengan 25% Sebagai Tanah Terlantar Dari luas Hak Atas Tanah Yang
Dimiliki.
Apabila tanah hak yang
diterlantarkan kurang dari atau sama dengan 25 (dua puluh lima) persen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, maka Keputusan Penetapan Tanah
Terlantar diberlakukan hanya terhadap tanah yang diterlantarkan dan selanjutnya
Pemegang Hak mengajukan permohonan revisi luas bidang tanah hak tersebut dan
biaya revisi menjadi beban Pemegang Hak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
(Pasal 20 ayat 4 Perka BPN No.4 / 2010 Jo Perka BPN No.9/2011).
Upaya yang dapat dilakukan Atas
Penetapan Tanah Terlantar
Sebagaimana yang telah dijelaskan
sebelumnya, apabila suatu tanah telah ditetapkan sebagai tanah terlantar maka
tanah tersebut akan dikuasai langsung oleh negara yang akan peruntukannya akan digunakan kepentingan masyarakat dan negara melalui
reforma agraria, Program Startegis negara dan cadangan negara lainnya (Pasal 21
Perka BPN No.4 / 2010 Jo Perka BPN No.9/2011). Dan terhadap tanah yang telah
ditetapkan sebagai tanah terlantar tidak boleh diterbitkan izin/keputusan/surat
dalam bentuk apapun terhadapnya dengan pengecualian penggunaan untuk
kepentingan umum dan negara sebagaimana dijelaskan sebelumnya (Pasal 16 PP
No.11 / 2010). Hal ini berarti terhadap tanah terlantar, pemegang hak tidak
dapat lagi menganjukan upaya untuk mendapatkannya kembali.
Tanah yang tidak termasuk sebagai obyek
penertiban tanah terlantar sebagaimana diatur dalam Pasal 3 PP No.11/2010
adalah tanah Hak Milik atau Hak Guna Bangunan atas nama perseorangan yang
secara tidak sengaja tidak dipergunakansesuai dengan keadaan atau sifat dan
tujuan pemberian haknya,dan tanah yang dikuasai pemerintah baik secara langsung
maupun tidak langsung dan sudah berstatus maupun belum berstatus Barang Milik
Negara/Daerah yang tidak sengaja tidak dipergunakan sesuai dengan keadaan atau
sifat dan tujuan pemberian haknya.
Indentifikasi dan penelitian tanah yang terindikasi terlantar
Identifikasi dan penelitian tanah yang terindikasi terlantar
dilaksanakan oleh panitia yang terdiri dari unsur Badan Pertanahan Nasional dan
unsur instansi terkait yang diatur oleh Kepala Badan Pertanahan Republik
Indonesia (“BPN”). Dalam Pasal 7 PP No.11/2010, kegiatan identifikasi
dan penelitian tanah yang terindikasi terlantar meliputi:
1.
verifikasi data fisik dan data yuridis;
2.
mengecek buku tanah dan/atau warkah dan dokumen lainnya untuk
mengetahui keberadaan pembebanan, termasuk data, rencana, dan tahapan
penggunaan dan pemanfaatan tanah pada saat pengajuan hak;
3.
meminta keterangan dari pemegang hak dan pihak lain yang terkait,
dan pemegang hak dan pihak lain yang terkait tersebut harus memberi keterangan
atau menyampaikan data yang diperlukan;
4.
melaksanakan pemeriksaan fisik;
5.
melaksanakan ploting letak penggunaan dan pemanfaatan tanah pada
peta pertanahan;
6.
membuat analisis penyebab terjadinya tanah terlantar;
7.
menyusun laporan hasil identifikasi dan penelitian;
8.
melaksanakan sidang Panitia; dan
9.
membuat Berita Acara.
Peringatan
Apabila berdasarkan hasil identifikasi dan
penelitian disimpulkan terdapat tanah terlantar, maka Kepala Kantor Wilayah
memberitahukan dan sekaligus memberikan peringatan tertulis pertama kepada
Pemegang Hak, agar dalam jangkawaktu 1 (satu) bulan sejak tanggal
diterbitkannya suratperingatan, menggunakan tanahnya sesuai keadaannya atau
menurut sifat dan tujuan pemberian haknya atau sesuai izin/keputusan/surat
sebagai dasar penguasaannya.
Apabila Pemegang Hak tidak melaksanakan
peringatan tertulis pertama, Kepala Kantor Wilayah memberikan peringatan
tertulis kedua dengan jangka waktu yang sama dengan peringatan pertama. Apabila
Pemegang Hak juga tidak melaksanakan peringatan tertulis kedua, Kepala Kantor
Wilayah memberikan peringatan tertulis ketiga atau peringatan terakhir dengan
jangka waktuyang sama dengan peringatan kedua.
Di dalam surat peringatan perlu disebutkan
hal-hal yangsecara konkret harus dilakukan oleh pemegang hak dan sanksi yang
dapat dijatuhkan apabila pemegang hak tidak mengindahkan atau tidak
melaksanakan peringatan yang dimaksud.
Penetapan tanah terlantar
Apabila pemegang hak tetap tidak melaksanakan
peringatan tertulis yang diberikan oleh Kepala Kator Wilayah, maka Kepala
Kantor Wilayah mengusulkan kepada Kepala BPN untuk menetapkan tanah
yangbersangkutan sebagai tanah terlantar. Kemudian,Kepala BPN menetapkan tanah
yang diusulkan oleh Kepala Kantor Wilayah sebagai tanah terlantar. Dalam hal
tanah yang akan ditetapkan sebagai tanah terlantar merupakan tanah hak,
penetapan tanah terlantar memuat juga penetapan hapusnya hak atas tanah,
sekaligus memutuskan hubungan hukum serta ditegaskan sebagai tanah yang
dikuasai langsung oleh Negara.Dalam hal tanah yang akan ditetapkan sebagai
tanah terlantar adalah tanah yang telah diberikan dasar penguasaan, penetapan
tanah terlantar memuat juga pemutusan hubungan hukum serta penegasan sebagai
tanah yang dikuasai langsung oleh Negara.
Pendayagunaan tanah negara bekas tanah terlantar
Peruntukan penguasaan, pemilikan, penggunaan,
dan pemanfaatan tanah negara bekas tanah terlantar didayagunakan untuk
kepentingan masyarakat dan negara melalui reforma agraria dan program strategis
negara serta untuk cadangan negara lainnya. Peruntukan dan pengaturan
peruntukan penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah negara
bekas tanah terlantar dilaksanakan oleh Kepala BPN.
Dasar Hukum:
1.
Peraturan Pemerintah No.11 Tahun
2010 Tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar (“PP No.11 / 2010”);
2.
Peraturan Kepala Badan Pertanahan
No.4 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Penertiban Tanah Terlantar sebagaimana telah
diubah dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan No.9 Tahun 2011 (“Perka BPN No.4
/ 2010 Jo Perka BPN No.9/2011”);
3.
Instruksi Menteri Negara Agraria
No.2 Tahun 1995 Tentang Inventarisasi Atas Tanah Terlantar, Tanah Kelebihan
Maksimum dan Absentee Baru (“Instruksi Menag No.2/1995”)
Comments
Post a Comment