Analisis Kasus Perampokan di Magelang dikaitkan dengan Teori dalam Kriminologi




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Perampokan adalah suatu tindakan kriminal atau kejahatan terhadap harta benda, yang terjadi dengan paksaan yang dilakuakan seseorang atau sekelompok orang untuk menyerahkan harta bendanya. Korbannya dapat berada di bawah ancaman fisik dan atau psikologis, kekerasan, dan dalam keadaan tidak sadar dan tidak  berdaya.
Saat ini tindak pidana perampokan merupakan kejahatan yang kerap terjadi di masyarakat. Seperti berita yang dikutip berikut ini bahwa Aksi perampokan kembali terjadi di wilayah Kabupaten Magelang. Kawanan perampok tersebut berhasil mebawa kabur uang senilai Rp 111 juta setelah menyatroni dan menyekap korban di Dusun Karangsari 2 RT 03/07 Desa Sidoagung Kecamatan Tempuran.
Jika mempelajari sejarah, sebenarnya jenis tindak pidana ini sudah ada sejak dulu, atau dapat dikatakan sebagai suatu bentuk kejahatan klasik yang akan selalu mengikuti perkembangan kebudayaan manusia itu sendiri, ia akan selalu ada dan berkembang setiap saat walaupun mungkin tidak terlalu berbeda jauh dengan sebelumnya.
Dari fakta fakta diatas,  menunjukkan bahwa kejahatan perampokan ini adalah isu publik, maka penulis mengangkat masalah ini untuk di analisis kejahatannya berdasarkan cara pandang kriminologinya.

B.  Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang sudah disebutkan diatas, penulis merumuskan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :
1.      Apakah pengertian dari kriminolgi dan ruang lingkupnya ?
2.      Apakah pengertian perampokan dan apakah masuk dalam ruang lingkup kriminologi ?
3.      Bagaimanakan hubungan teori-teori kriminologi dengan kasus perampokan diatas ?




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Rincian Kasus[1]
MUNGKID– Aksi perampokan kembali terjadi di wilayah Kabupaten Magelang, dini hari kemarin. Kawanan perampok berhasil mebawa kabur uang senilai Rp 111 juta setelah menyatroni dan menyekap korban di Dusun Karangsari 2 RT 03/07 Desa Sidoagung Kecamatan Tempuran. Menurut keterangan yang dihimpun koran ini, aksi perampokan di rumah milik Sudarno, 68, terjadi sekitar pukul 02.30 dini hari. Saat itu, korban dan istrinya masih tidur. Istri korban, Kotiah dikagetkan dengan suara mencurigakan dari ruang tamu. Saat hendak mencari tahu, dia kemudian disekap oleh perampok yang sudah masuk ke dalam rumah. “Jendela dicongkel. Masuk dari jendela,” kata Slamet Haryono, 38, warga setempat. Sudarno yang mendengar kabar suara gaduh dari ruang tamu, kemudian ikut penasaran dan mengecek ke ruang tamu. Namun, dia juga disekap oleh kawanan perampok. Menurutnya, pelaku berjumlah lima orang. Dua bertugas menyekap korban, tiga lainnya menggeledah rumah. “Katanya pakai senjata tajam dan pistol,” ungkap Slamet. Kedua korban diancam lalu diminta menunjukkan tempat menyimpan uang. Pelaku kemudian berhasil membawa uang milik korban Rp 111 juta. “Rp 76 juta dari kamar Sudarno Rp 45 juta dari kamar istrinya,” katanya. Usai beraksi, kawanan perampok kemudian menyekap kedua korban di salah satu kamar. Diikat, lalu dikunci dari dalam rumah. Aksi itu diketahui, setelah para tetangga mendengar teriakan korrban. Namun, semua sudah terlambat karena pelaku sudah kabur. Kapolres Magelang AKBP Murbani Budi Pitono melalui Kasatreskrim AKP Saprodin membenarkan aksi itu. Aksi pencurian dengan kekerasan itu, kata dia dilakukan oleh kalangan profesional. Dari hasil pemeriksaan penyidik, salah satu pelaku diketahui menggunakan bahasa banyumasan. “Kita akan terus melakukan penyelidikan,” kata Saprodin. Saprodin mengatakan untuk mengungkap kasus ini, sudah melakukan olah TKP. Sejumlah barang bukti juga diamankan. “Ada tiga saksi dan korban yang sudah kita periksa,” katanya. Dia mengimbau kepada warga untuk tidak menyimpan uang tunai dalam jumlah besar. Pasalnya, hal itu dikhawatirkan akan memancing aksi kejahatan. (vie/lis)

B.     Pengertian Kriminologi dan ruang lingkupnya

Nama Kriminlogi ditemukan oleh P. Topinard (1830-1911) seorang ahli antropologi Prancis, secara harfiah dari kata “crimen” yang berarti kejahatan atau penjahat  dan “Logos” yang berarti Ilmu pengetahuan. Bonger memberikan definisi kriminologi sebagai ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya.[2]
                                    Selanjutnya, Apa sajakah ruang lingkup kriminologi ?
Ø    Kejahatan, yaitu perbuatan yang disebut sebagai kejahatan.
Ø    Penjahat, yaitu orang yang melakukan kejahatan.
Ø    Reaksi masyarakat terhadap kejahatan dan penjahat (pelaku). Reaksi yang timbul akibat kejahatan ini akan berdampak dalam kehidupan bermasyarakat dengan sebagian atau seluruh persepsi yang dapat diberikan oleh masyarakat untuk kejahatan perampokan.

C.    Pengertian perampokan dan masuk atau tidak dalam ruang lingkup kriminologi.
Untuk mengetahui definisi dari perampokan kita terlebih dahulu harus mengetahui definisi dari pencurian terlebih dahulu yang merupakan bentuk pokok dari perampokan. Menurut pasal 362 KUHP pencurian adalah tindakan mengambil barang sesuatu, yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum.[3] Sedangkan perampokan sendiri menurut pasal 365 KUHP adalah pencurian yang didahului, disertai, atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicuri.[4]
Pembahasan selanjutnya adalah apakah peramokan termasuk dalam ruang lingkup Kriminologi ? jawabannya akan dijelaskan dengan uraian berikut ini.
1.      Kejahatan, yaitu perbuatan yang disebut sebagai kejahatan. Kriteria suatu perbuatan yang dinamakan kejahatan tentunya dipelajari dari peraturan perundangan-undangan pidana, yaitu norma-norma yang didalamnya memuat perbuatan pidana. Pada pasal 362 jo pasal 365 KUHP tentang pencurian dalam bentuk pokok dan perampokan.
2.      Penjahat, yaitu orang yang melakukan kejahatan. Kejahatan perampokan dilakukan oleh orang yang melakukan tindakan pengambilan barang milik orang lain secara keseluruhan maupun sebagian dengan kekerasan atau ancaman kekerasan seperti yang telah dijelaskan diataas. Studi terhadap pelaku atau penjahat ini terutama dilakukan oleh aliran kriminologi positive dengan tujuan untuk mencari sebab-sebab orang melakukan kejahatan.
3.      Reaksi masyarakat terhadap kejahatan dan penjahat (pelaku). Reaksi yang timbul akibat kejahatan ini akan berdapmapak dalam kehidupan bermasyarakat dengan sebagian atau seluruh persepsi yang dapat diberikan oleh masyarakat untuk kejahatan pancurian. Studi mengenai reaksi masyarakat terhadap kejahatan bertujuan untuk mempelajari pandangan serta tanggapan masyarakat terhadap perbuatan-perbuatan atau gejala yang timbul di masyarakat yang dipandang sebagai merugikan atau membahayakan masyarakat luas, akan tetapi undang-undang belum mengaturnya.
Jadi setelah dijabarkan seperti diatas maka benarlah kalau Perampokan termasuk kedalam obyek studi atau ruang lingkup kriminologi.
D.    Hubungan Kasus perampokan diatas dengan Teori-Teori yang ada dalam Kriminologi 
Dari kasus perampokan yang menggunakan senjata tajam dan senjata api yang terjadi di Magelang tersebut dapat di ketahui beberapa hal yang menjelaskan tingkah laku yang di pelajari secara normal oleh pelaku kejahatan tersebut yang di jelaskan oleh beberapa dalil-dalil yang di ungkapkan oleh E. Sutherland dalam teori asosiasinya.          
Teori Sutherland ini menunjukkan dengan jelas sifat dan dampak dari pengaruh kelompok lingkungan terhadap individu. Teori ini sendiri sebenarnya bukan merupakan suatu teori yang unik atau baru, akan tetapi teori Sutherland ini mencoba untuk memberikan suatu perumusan yang logis dan sistematis dari rangkaian hubungan-hubungan yang memungkinkan kejahatan dapat diterima dan dimengerti sebagai tingkah laku yang normal dan dipelajari, tanpa menyinggung-nyinggung teori-teori kelainan biologis atau psikologis. Oleh karenanya, teori ini semata-mata bersifat sosiologis, yaitu berpusat kepada hubungan-hubungan sosial, yang mencakup frekuensi, intensitas dan arti penting daripada asosiasi, namun tidak merujuk kepada kualitas atau ciri-ciri individu, maupun kepada sifat-sifat dunia alamiah yang konkret dan dapat dilihat.[5]
Aspek-aspek struktural daripada asosiasi manusia, lazim disebut organisasi sosial. Organisasi sosial merujuk kepada suatu kumpulan maksud-maksud atau tujuan-tujuan dan kepentingan-kepentingan bersama dari anggota-anggota suatu kelompok yang memberi arti dan tekanan pada asosiasi atau pergaulan mereka. jadi, disorganisasi asosiasi bukanlah berarti non-organisasi atau tidak ada organisasi, malainkan merupakan asosiasi-asosiasi yang berlainan dan untuk maksud-maksud atau tujuan-tujuan yang berlainan. didalam kelompok atau sub-kelompok yang mengalami disorganisasi sosial ini, ikatan bersama yang mendasari asosiasi adalah pemikul bersama daripada kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan yang diteruskan secara bebas, dari anggota yang satu ke anggota-anggota lainnya. ikatan bersama ini merupakan suatu realitas psikologis daripada organisasi kelompok. didalam kondisi ini, dimana terdapat organisasi-organisasi sosial yang berlainan atau berbeda, maka tidak dapat dihindari bahwa beberapa anggota kelompok akan mengikuti dan mendukung pola-pola tingkah laku criminal. Ada yang akan bersifat netral atau tidak melibatkan diri didalam kejahatan, tetapi ada pula yang akan bersifat tegas anti-kriminal, atau tegas-tegas menjunjung tinggi hukum.[6]
Jadi, fakta dasar daripada adanya organisasi sosial yang berbeda didalam masyarakat sekeliling kita ialah bahwa asosiasi berbeda itu dapat menimbulkan kriminalitas pada individu. oleh karenanya, asosiasi berbeda ini merupakan konsekuensi logis daripada prinsip belajar dengan asosiasi . Kemudian yang dimaksud dengan asosiasi diferensial adalah bahwa, orang yang bergaul dengan pencuri kemungkinan besar akan menjadi pencuri juga. sebaliknya orang yang lebih sering bergaul dengan orang yang taat beribadah maka ia akan menjadi orang yang taat beribadah pula.
 Berikut ini adalah dalil-dalil yang dikemukakan oleh Sutherland dalam kerangka teorinya yang dikenal sebagai asosiasi yang berbeda, yakni :[7]
1.      Kejahatan dipelajari. secara negatif, hal ini berarti bahwa kejahatan tidaklah diwariskan.
2.      Kejahatan dipelajari dalam interaksi dengan orang-orang lain melalui proses komunikasi.
3.      Bagian pokok dari proses belajar kejahatan berlangsung didalam kelompok-kelompok pribadi yang intim.
4.      Proses belajar kejahatan meliputi: (1) teknik-teknik untuk melakukan kejahatan yang sering kali sangat rumit dan sebaliknya, sering kali juga sangat sederhana, (2) arah notif, dorongan, pembenaran dan sikap-sikap.
5.      Arah khusus motif dan dorongan dipelajari dari definisi-definisi mengenai menguntungkan atau tidaknya aturan-aturan hukum yang ada.
6.      Seseorang menjadi delinkuin oleh karena dia lebih mempunyai definisi yang mendukung pelanggaran hukum dibandingkan dengan definisi-definisi yang yang tidak mendukung pelanggaran hukum.
7.      Pengelompokan yang berbeda-beda mungkin beraneka ragam dalam frekuensi, lamanya, prioritas dan intensitasnya.
8.      Proses belajar kejahatan melalui pengelompokan dengan pola-pola kejahatan atau anti kejahatan menyangkut semua mekanisme yang terdapat dalam proses belajar apapun.
9.      Walaupun kejahatan merupakan perncerminan kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai umum, akan tetapi tidak dijelaskan oleh kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai tersebut, oleh karena prilaku yang tidak jahat pun merupakan pencerminan nilai-nilai dan kebutuhan-kebutuhan yang sama.
Dalam kasus perampokan bersenjata tersebut di atas yang terrmasuk dalam diferential asociation atau asosiasi yang berbeda-beda adalah dalil 1 sampai dengan 9 dan berikut penjelasannya;
1.       Tingkah laku jahat itu di pelajari
Dalam kasus perampokan yang tertangkap tersebut dapat di ketahui mereka yang menjadi pelaku dari pada perampokan tersebut, mereka memiliki segala keperluan untuk melancarkan usaha perampokan tersebut yang berarti mereka sudah disiapkan sebelumnya sebagai anggota dari kelompok perampokan, dan arti dalam disiapkan ini mereka para pelaku tidak hanya dilengkapi dengan perlengkapan merampoknya saja tapi mereka para pelaku telah mempunyai pelajaran-pelajaran yang di pelajari untuk merampok bisa dari kepala dari perampoknya dan bisa juga dari pengalaman-pengalaman mereka yang terbukti telah sering melakukan perampokan. Jadi dengan telah di pelajarinya bagaimana cara melakukan aksinya maka mereka akan cepet bereaksi dengan kesempatan yang ada sehingga kejahatan itu dapat dengan mudah tercipta oleh para pelakunya.

2.      tingkah laku jahat di pelajari dari suatu interaksi melalui proses komunikasi baik verbal isyarat maupun  sikap.
Karena pelaku kejahatan perampokan tersebut merupakan anggota dari kelompok perampokan yang secara otomatis memiliki seorang pemimpin yang mampu mengorganisir mereka baik antara sesama anggota maupun sistim perencanaannya dan cara kerjanya, dengan ini jelas adanya komunikasi verbal maupun sikap yang di lakukan antara satu dengan yang lainya yang kemudian  dengan interaksi tersebut menghasilkan suatu pelajaran-pelajaran baru yang berupa peningkatan mereka dalam sindikatnya bahkan interaksi ini juga akan mampu untuk mereka dalam menambah anggotanya bila melakukan interaksi dengan orang yang dapat dengan mudah terpengaruh. Oleh sebab itu mereka para pelaku perampokan tersebut mampu melakukan kejahatan salah satu faktornya adalah dari apa yang mereka pelajari baik melalui komunikasi maupun interaksi dari orang tertentu yang berpengalaman di bidang perampokan tersebut.

3.       Interaksi untuk belajar itu terjadi dalam kelompok yang intim
Perampokan itu merupakan kelompok yabg terorganisir, yang sudah dapat di ketahui dengan pasti bahwa terdapat hubungan yang intim dari para anggotannya yang kemudian menciptakan interaksi, jika tidak ada hubungan yang intim antara mereka maka tidak akan ada interaksi dari orang yang satu dengan yang lainya. Ini di karenakan jika seseorang tidak memiliki hubungan yang intim namun tetap melakukan interaksi akan menyebabkan suatu kekacauan yang akan membahayakan dirinya sendiri baik berupa kegagalan dalam rencana karena terbongkarnya rahasia dan tertangkapnya orang tersebut, oleh karena itu sebelum memiliki hubungan yang intim maka tidak akan terjadi suatu interaksi yang mendalam.

4.      Yang di pelajari termasuk teknik atau cara melakukan kejahatan, petunjuk dan arah khusus dari motif, dorongan rasionalisasi dan sikap.
Dari sebuah interaksi banyak hal yang di pelajari sehingga orang mampu atau menjadi pelaku dari kejahatan, hal-hal yang di pelajari mulai dari teknik, dorongan rasionalisasi, dan sikap. Dalam kasus di atas para pelaku di memiliki perlengkapan mulai dari senjata api  maupun senjata tajam dan lainnya yang dapat mempermudah kinerja mereka untuk merampok ini termasuk dalam dorongan rasionalisasi yang di berikan kepada pelaku dari perampokan tersebut. otomatis dengan di sediakannya kesemuannya itu maka di berikan pula suatu pelajaran-pelajaran tentang teknik-tenik dalam hal cara merampok termasuk petunjuk dan sikap.
Dengan demikian kejahatan yang di lakukan oleh para pelaku perampok tersebut merupakan hasil pembelajaran dari apa yang telah mereka dapatkan dari kelompoknya, oleh karna itu kejahatan yang mereka lakukan mempunyai teknik dan sikap tersendiri.
5.      Arah khusus motif dan dorongan dipelajari dari definisi-definisi mengenai menguntungkan atau tidaknya aturan-aturan hukum yang ada.
Dengan  pemebritaan yang marak ditelevisi tentang banyaknya kasus- kasus kejahatan yang dijatuhi hukuman ringan di pengadilan menjadikan komplotan perampok memiliki motif dan dorongan yang lebih untuk melakukan perampokan sebagai jalan pintas untuk mendapatkan uang secara cepat yang aturannya hukumnya tidak dapat ditegakkan dengan benar karena berbagai macam hal salah satunya seperti tentang penyuapan di pengadilan dan masih banyak lagi.


6.       Seseorang menjadi jahat karena defenisi-defenisi yang mendukung pelanggaran hukum sangat banyak sehingga melebihi defenisi-defenisi yang tidak mendukung pelanggaran hukum.
Dalam hal ini para pelaku perampokan tersebut di atas lebih banyak terpengaruh pada defenisi-defenisi yang mendukung pelanggaran hukum, karena mereka menganggap bahwa para penjabat ataupun petinggi negara sudah tidak memperdulikan masyarakatnya lagi maka mereka para pelaku kejahatan dari perampokan tersebut lebih terpacu untuk melakukan aksinya di tambah lagi dengan berita di televisi yang menggambarkan bahwa hukum di indonesia ini dapat di beli dengan uang karena tingkah dari penjabat-penjabatnya maupun orang yang memiliki harta kekayaan yang banyak  yang dapat dengan mudah meloloskan diri dari jerat hukum dan defenisi-defenisi lain yang mendukung tindak kejahatan tersebut. Sehingga aksi kejahatan perampokan itu wajar semakin sering terjadi.

7.      Asosiasi yang berbeda-beda dalam hal frekuensi, durasi, perioritas dan intensitas. Prioritas dianggap sangat penting karna tingkah laku yang  berkembang di masa kanak-kanak baik atau jahat akan bertahan sepanjang hidup.
Perioritas dalam kaitanya dengan para pelaku perampokan tersebut, para pelakunya bisa saja telah belajar dalam waktu yang cukup lama atau dari masa kanak-kanaknya sehingga para pelakunya betul-betul memahami suatu tindakan yang dia lakukan yang kemudian menjadikannya sebagai suatu profesi dalam pencarian nafkahnya, sehingga perilaku jahatnya akan sulit untuk di hilangkan dengan kata lain akan bertahan sepanjang hidup.

8.      Proses mempelajari tingkah laku jahat melibatkan seluruh mekanisme yang di butuhkan termasuk proses mempelajari hal lain artinya tidak hanya terbatas dalam hal peniruan saja.
Dalil ini menjelaskan bahwa dalam proses mempelajari tingkah laku jahat sang pelaku tidak hanya terbatas dalam hal peniruannya saja namun dalam hal ini sang pelaku kejahatan juga mempelajari hal lainya, dengan di dukung oleh seluruh mekanisme yang di butuhkan sehingga menciptakan para pelaku kejahatan yang semakin ahli. Hal-hal yang di pelajari dapat berupa pelajaran tentang teknik dan telemunikasi atau IT, dunia hukum agar dapat lepas dari jerat hukum dan cara berorganisasi sehingga menjadikan mereka pelaku kejahatan yang profesional. Sehingga wajar saja para pelaku perampokan akhir-akhir ini semakain marak dengan cara-cara baru yang lebih menunjukan keahlian dan kemajuan mereka dalam bidang tindak kejahatan perampokan.

9.      Meskipun tingkah laku jahat merupakan ekspresi kebutuhan dan nilai-nilai umum, tingkah laku jahat tidak dapat di jelaskan oleh kebutuhan dan nilai-nilai umum karena tingkah laku tidak jahat juga merupakan ekspresi kebutuhan nilai-nilai ekspresi yang sama. Dengan kata lain untuk dapat menjadi jahat seseorang itu harus melalui proses pembelajaran.
Hal ini berarti perampokan yang tercipta oleh para pelaku kejahatan tersebut terjadi bukan hanya berdasarkan ekspresi dari kebutuhan nilai-nilai umum namun karna adanya proses pembelajaran yang di terima oleh para pelaku kejahatan. Dalam hal perampokan ini kejahatan yang mereka lakukan bukanlah kejahatan yang terjadi secara insidental namun kejahatan yang mereka lakukan lebih kepada proses pembelajaran mereka tentang bagaimana mendapatkan hasil yang besar dengan cepat dan ringan. Tujuannya memang untuk mendapatkan uang namun mereka lebih memilih merampok karna mereka merasa ini akan jauh lebih mudah dari pada mendapatkan uang dengan cara bekerja seperti menjadi buruh, petani, nelayan dan lain sebagainya mereka menganggap proses dari pekerjaan itu sanggat susah dan menghabiskan banyak tenaga dan waktu.
Itu sebabnya mengapa kejahatan itu tidak terbatas pada pengekspresian dari kebutuhan nilai-nilai umum namun lebih kepada faktor-faktor dari luar yang mereka pelajari sama halnya dengan perbuatan kejahatan perampokan tersebut di dalam kasus di atas.



                                                                          BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Bahwa kejahatan perampokan yang terjadi di Magelang tersebut sudah memenuhi dalil-dalil yang ada dari teori yang di kemukakan oleh E. Sutherland sehingga kejahatan berupa perampokan bersenjata tersebut wajar dapat terjadi.
Penjelasan teori sutherland tentang kasus kejahatan tersebut di atas telah menjelaskan bagaimana seseorang tersebut dapat melakukan suatu perbuatan jahat (perampokan), bukan dari bawaan sejak lahir atau keturunan melainkan berasal dari proses belajar yang panjang baik itu teknik atau cara, dorongan dan rasionalisasi dengan interaksi berupa komunikasi dan sikap yang intim dan mendapatkan dukungan dari segala mekanisme yang di perlukan di tambah dengan defenisi-defenisi yang mendukung dari tingkah laku jahat tersebut yang kemudian dapat melahirkan suatu perbuatan jahat dengan begitu mudah bagi para pelakunya.

 

 



                                                 

                                                          DAFTAR PUSTAKA


Daftar Buku
·         Topo Santosa. Kriminologi. (Jakarta, : Rajawali Press, 2013)
Daftar Undang-Undang
·         KItab Undang-Undang Hukum Pidana
Daftar Internet
·         www.Radarsemarang.com (Sekap Korban, pelaku gondola 111 juta ) diakses 3 Mei 2014






[1] www. RadarSemarang.com (Sekap Korban, Rampok Sikat Rp 111 Juta) diakses 3 Mei 2014.


[2] Topo Santosa. Kriminologi. (Jakarta, : Rajawali Press, 2013), hal 9.
[3] Lihat, pasal 362 KUHP.
[4] Lihat, pasal 365 KUHP.
[5] Topo Santosa. Kriminologi. (Jakarta, : Rajawali Press, 2013), hal 74.
[6] Ibid., hal 75
[7] Ibid., hal 75.

Comments

Popular posts from this blog

contoh-contoh kasus dan analisisnya

PERBEDAAN DUTA, DUTA BESAR, KEDUTAAN BESAR, KONSUL, JENDERAL KONSUL, KOMISARIS TINGGI, DAN ATASE

Contoh Duplik