Analisis Kasus Perampokan di Magelang dikaitkan dengan Teori dalam Kriminologi
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perampokan adalah
suatu tindakan kriminal atau kejahatan terhadap
harta benda, yang terjadi dengan paksaan yang dilakuakan seseorang atau
sekelompok orang untuk menyerahkan harta bendanya. Korbannya dapat berada di
bawah ancaman fisik dan atau psikologis, kekerasan, dan dalam keadaan tidak
sadar dan tidak berdaya.
Saat ini
tindak pidana perampokan merupakan kejahatan yang kerap terjadi di masyarakat.
Seperti berita yang dikutip berikut ini bahwa Aksi
perampokan kembali terjadi di wilayah Kabupaten Magelang. Kawanan perampok
tersebut berhasil mebawa kabur uang senilai Rp 111 juta setelah menyatroni dan
menyekap korban di Dusun Karangsari 2 RT 03/07 Desa Sidoagung Kecamatan
Tempuran.
Jika mempelajari
sejarah, sebenarnya jenis tindak pidana ini sudah ada sejak dulu, atau dapat
dikatakan sebagai suatu bentuk kejahatan klasik yang akan selalu mengikuti
perkembangan kebudayaan manusia itu sendiri, ia akan selalu ada dan berkembang
setiap saat walaupun mungkin tidak terlalu berbeda jauh dengan sebelumnya.
Dari fakta fakta
diatas, menunjukkan bahwa kejahatan perampokan ini adalah isu publik,
maka penulis mengangkat masalah ini untuk di analisis kejahatannya berdasarkan
cara pandang kriminologinya.
B.
Rumusan Masalah
Dari
latar belakang yang sudah disebutkan diatas, penulis merumuskan masalah yang
akan dibahas dalam makalah ini adalah :
1. Apakah pengertian dari kriminolgi
dan ruang lingkupnya ?
2. Apakah pengertian perampokan dan apakah
masuk dalam ruang lingkup kriminologi ?
3. Bagaimanakan hubungan teori-teori
kriminologi dengan kasus perampokan diatas ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Rincian Kasus[1]
MUNGKID– Aksi perampokan kembali terjadi
di wilayah Kabupaten Magelang, dini hari kemarin. Kawanan perampok berhasil
mebawa kabur uang senilai Rp 111 juta setelah menyatroni dan menyekap korban di
Dusun Karangsari 2 RT 03/07 Desa Sidoagung Kecamatan Tempuran. Menurut
keterangan yang dihimpun koran ini, aksi perampokan di rumah milik Sudarno, 68,
terjadi sekitar pukul 02.30 dini hari. Saat itu, korban dan istrinya masih
tidur. Istri korban, Kotiah dikagetkan dengan suara mencurigakan dari ruang
tamu. Saat hendak mencari tahu, dia kemudian disekap oleh perampok yang sudah
masuk ke dalam rumah. “Jendela dicongkel. Masuk dari jendela,” kata Slamet
Haryono, 38, warga setempat. Sudarno yang mendengar kabar suara gaduh dari
ruang tamu, kemudian ikut penasaran dan mengecek ke ruang tamu. Namun, dia juga
disekap oleh kawanan perampok. Menurutnya, pelaku berjumlah lima orang. Dua
bertugas menyekap korban, tiga lainnya menggeledah rumah. “Katanya pakai
senjata tajam dan pistol,” ungkap Slamet. Kedua korban diancam lalu diminta menunjukkan
tempat menyimpan uang. Pelaku kemudian berhasil membawa uang milik korban Rp 111
juta. “Rp 76 juta dari kamar Sudarno Rp 45 juta dari kamar istrinya,” katanya. Usai
beraksi, kawanan perampok kemudian menyekap kedua korban di salah satu kamar.
Diikat, lalu dikunci dari dalam rumah. Aksi itu diketahui, setelah para
tetangga mendengar teriakan korrban. Namun, semua sudah terlambat karena pelaku
sudah kabur. Kapolres Magelang AKBP Murbani Budi Pitono melalui Kasatreskrim AKP
Saprodin membenarkan aksi itu. Aksi pencurian dengan kekerasan itu, kata dia
dilakukan oleh kalangan profesional. Dari hasil pemeriksaan penyidik, salah
satu pelaku diketahui menggunakan bahasa banyumasan. “Kita akan terus melakukan
penyelidikan,” kata Saprodin. Saprodin mengatakan untuk mengungkap kasus ini,
sudah melakukan olah TKP. Sejumlah barang bukti juga diamankan. “Ada tiga saksi
dan korban yang sudah kita periksa,” katanya. Dia mengimbau kepada warga untuk
tidak menyimpan uang tunai dalam jumlah besar. Pasalnya, hal itu dikhawatirkan
akan memancing aksi kejahatan. (vie/lis)
B.
Pengertian Kriminologi dan ruang
lingkupnya
Nama
Kriminlogi ditemukan oleh P. Topinard (1830-1911) seorang ahli antropologi
Prancis, secara harfiah dari kata “crimen”
yang berarti kejahatan atau penjahat dan
“Logos” yang berarti Ilmu
pengetahuan. Bonger memberikan definisi kriminologi sebagai ilmu pengetahuan
yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya.[2]
Selanjutnya,
Apa sajakah ruang lingkup kriminologi ?
Ø Kejahatan,
yaitu perbuatan yang disebut sebagai kejahatan.
Ø Penjahat,
yaitu orang yang melakukan kejahatan.
Ø Reaksi
masyarakat terhadap kejahatan dan penjahat (pelaku). Reaksi yang timbul akibat
kejahatan ini akan berdampak dalam kehidupan bermasyarakat dengan sebagian atau
seluruh persepsi yang dapat diberikan oleh masyarakat untuk kejahatan perampokan.
C.
Pengertian
perampokan dan masuk atau tidak dalam ruang lingkup kriminologi.
Untuk
mengetahui definisi dari perampokan kita terlebih dahulu harus mengetahui
definisi dari pencurian terlebih dahulu yang merupakan bentuk pokok dari
perampokan. Menurut pasal 362 KUHP pencurian adalah tindakan mengambil barang
sesuatu, yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain, dengan maksud untuk
dimiliki secara melawan hukum.[3]
Sedangkan perampokan sendiri menurut pasal 365 KUHP adalah pencurian yang
didahului, disertai, atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan,
terhadap orang dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian,
atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri
atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicuri.[4]
Pembahasan
selanjutnya adalah apakah peramokan termasuk dalam ruang lingkup Kriminologi ?
jawabannya akan dijelaskan dengan uraian berikut ini.
1. Kejahatan, yaitu perbuatan yang
disebut sebagai kejahatan. Kriteria suatu perbuatan yang dinamakan kejahatan
tentunya dipelajari dari peraturan perundangan-undangan pidana, yaitu
norma-norma yang didalamnya memuat perbuatan pidana. Pada pasal 362 jo pasal
365 KUHP tentang pencurian dalam bentuk pokok dan perampokan.
2. Penjahat, yaitu orang yang melakukan
kejahatan. Kejahatan perampokan dilakukan oleh orang yang melakukan tindakan
pengambilan barang milik orang lain secara keseluruhan maupun sebagian dengan
kekerasan atau ancaman kekerasan seperti yang telah dijelaskan diataas. Studi
terhadap pelaku atau penjahat ini terutama dilakukan oleh aliran kriminologi
positive dengan tujuan untuk mencari sebab-sebab orang melakukan kejahatan.
3. Reaksi masyarakat terhadap kejahatan
dan penjahat (pelaku). Reaksi yang timbul akibat kejahatan ini akan berdapmapak
dalam kehidupan bermasyarakat dengan sebagian atau seluruh persepsi yang dapat
diberikan oleh masyarakat untuk kejahatan pancurian. Studi mengenai reaksi
masyarakat terhadap kejahatan bertujuan untuk mempelajari pandangan serta
tanggapan masyarakat terhadap perbuatan-perbuatan atau gejala yang timbul di
masyarakat yang dipandang sebagai merugikan atau membahayakan masyarakat luas,
akan tetapi undang-undang belum mengaturnya.
Jadi
setelah dijabarkan seperti diatas maka benarlah kalau Perampokan termasuk
kedalam obyek studi atau ruang lingkup kriminologi.
D.
Hubungan Kasus perampokan diatas
dengan Teori-Teori yang ada dalam Kriminologi
Dari kasus perampokan
yang menggunakan senjata tajam dan senjata api yang terjadi di Magelang
tersebut dapat di ketahui beberapa hal yang menjelaskan tingkah laku yang di
pelajari secara normal oleh pelaku kejahatan tersebut yang di jelaskan oleh
beberapa dalil-dalil yang di ungkapkan oleh E. Sutherland dalam teori asosiasinya.
Teori Sutherland ini menunjukkan dengan jelas sifat
dan dampak dari pengaruh kelompok lingkungan terhadap individu. Teori ini
sendiri sebenarnya bukan merupakan suatu teori yang unik atau baru, akan tetapi
teori Sutherland ini mencoba untuk memberikan suatu perumusan yang logis dan
sistematis dari rangkaian hubungan-hubungan yang memungkinkan kejahatan dapat
diterima dan dimengerti sebagai tingkah laku yang normal dan dipelajari, tanpa menyinggung-nyinggung
teori-teori kelainan biologis atau psikologis. Oleh karenanya, teori ini semata-mata
bersifat sosiologis, yaitu berpusat kepada hubungan-hubungan sosial, yang mencakup
frekuensi, intensitas dan arti penting daripada asosiasi, namun tidak merujuk
kepada kualitas atau ciri-ciri individu, maupun kepada sifat-sifat dunia
alamiah yang konkret dan dapat dilihat.[5]
Aspek-aspek struktural
daripada asosiasi manusia, lazim disebut organisasi sosial. Organisasi sosial
merujuk kepada suatu kumpulan maksud-maksud atau tujuan-tujuan dan
kepentingan-kepentingan bersama dari anggota-anggota suatu kelompok yang
memberi arti dan tekanan pada asosiasi atau pergaulan mereka. jadi,
disorganisasi asosiasi bukanlah berarti non-organisasi atau tidak ada
organisasi, malainkan merupakan asosiasi-asosiasi yang berlainan dan untuk
maksud-maksud atau tujuan-tujuan yang berlainan. didalam kelompok atau
sub-kelompok yang mengalami disorganisasi sosial ini, ikatan bersama yang
mendasari asosiasi adalah pemikul bersama daripada kepentingan-kepentingan
dan tujuan-tujuan yang diteruskan secara bebas, dari anggota yang satu ke
anggota-anggota lainnya. ikatan bersama ini merupakan suatu realitas
psikologis daripada organisasi kelompok. didalam kondisi ini, dimana terdapat
organisasi-organisasi sosial yang berlainan atau berbeda, maka tidak dapat
dihindari bahwa beberapa anggota kelompok akan mengikuti dan mendukung pola-pola
tingkah laku criminal. Ada yang akan bersifat netral atau tidak melibatkan diri
didalam kejahatan, tetapi ada pula yang akan bersifat tegas anti-kriminal, atau
tegas-tegas menjunjung tinggi hukum.[6]
Jadi, fakta dasar
daripada adanya organisasi sosial yang berbeda didalam masyarakat sekeliling
kita ialah bahwa asosiasi berbeda itu dapat menimbulkan kriminalitas pada
individu. oleh karenanya, asosiasi berbeda ini merupakan konsekuensi logis
daripada prinsip belajar dengan asosiasi . Kemudian yang dimaksud dengan
asosiasi diferensial adalah bahwa, orang yang bergaul dengan pencuri kemungkinan
besar akan menjadi pencuri juga. sebaliknya orang yang lebih sering bergaul
dengan orang yang taat beribadah maka ia akan menjadi orang yang taat beribadah
pula.
Berikut ini adalah dalil-dalil yang
dikemukakan oleh Sutherland dalam kerangka teorinya yang dikenal sebagai asosiasi
yang berbeda, yakni :[7]
1. Kejahatan
dipelajari. secara negatif, hal ini berarti bahwa kejahatan tidaklah
diwariskan.
2. Kejahatan
dipelajari dalam interaksi dengan orang-orang lain melalui proses komunikasi.
3. Bagian
pokok dari proses belajar kejahatan berlangsung didalam kelompok-kelompok
pribadi yang intim.
4. Proses
belajar kejahatan meliputi: (1) teknik-teknik untuk melakukan kejahatan yang
sering kali sangat rumit dan sebaliknya, sering kali juga sangat sederhana, (2)
arah notif, dorongan, pembenaran dan sikap-sikap.
5. Arah
khusus motif dan dorongan dipelajari dari definisi-definisi mengenai
menguntungkan atau tidaknya aturan-aturan hukum yang ada.
6. Seseorang
menjadi delinkuin oleh karena dia lebih mempunyai definisi yang mendukung
pelanggaran hukum dibandingkan dengan definisi-definisi yang yang tidak
mendukung pelanggaran hukum.
7. Pengelompokan
yang berbeda-beda mungkin beraneka ragam dalam frekuensi, lamanya, prioritas
dan intensitasnya.
8. Proses
belajar kejahatan melalui pengelompokan dengan pola-pola kejahatan atau anti
kejahatan menyangkut semua mekanisme yang terdapat dalam proses belajar apapun.
9. Walaupun
kejahatan merupakan perncerminan kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai umum, akan
tetapi tidak dijelaskan oleh kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai tersebut, oleh
karena prilaku yang tidak jahat pun merupakan pencerminan nilai-nilai dan
kebutuhan-kebutuhan yang sama.
Dalam kasus perampokan
bersenjata tersebut di atas yang terrmasuk dalam diferential asociation atau
asosiasi yang berbeda-beda adalah dalil 1 sampai dengan 9 dan berikut
penjelasannya;
1. Tingkah laku jahat itu di pelajari
Dalam kasus perampokan yang
tertangkap tersebut dapat di ketahui mereka yang menjadi pelaku dari pada
perampokan tersebut, mereka memiliki segala keperluan untuk melancarkan usaha
perampokan tersebut yang berarti mereka sudah disiapkan sebelumnya sebagai anggota
dari kelompok perampokan, dan arti dalam disiapkan ini mereka para pelaku tidak
hanya dilengkapi dengan perlengkapan merampoknya saja tapi mereka para pelaku
telah mempunyai pelajaran-pelajaran yang di pelajari untuk merampok bisa dari
kepala dari perampoknya dan bisa juga dari pengalaman-pengalaman mereka yang
terbukti telah sering melakukan perampokan. Jadi dengan telah di pelajarinya
bagaimana cara melakukan aksinya maka mereka akan cepet bereaksi dengan
kesempatan yang ada sehingga kejahatan itu dapat dengan mudah tercipta oleh
para pelakunya.
2. tingkah laku jahat di pelajari dari
suatu interaksi melalui proses komunikasi baik verbal isyarat maupun sikap.
Karena pelaku kejahatan perampokan
tersebut merupakan anggota dari kelompok perampokan yang secara otomatis
memiliki seorang pemimpin yang mampu mengorganisir mereka baik antara sesama
anggota maupun sistim perencanaannya dan cara kerjanya, dengan ini jelas adanya
komunikasi verbal maupun sikap yang di lakukan antara satu dengan yang lainya
yang kemudian dengan interaksi tersebut
menghasilkan suatu pelajaran-pelajaran baru yang berupa peningkatan mereka
dalam sindikatnya bahkan interaksi ini juga akan mampu untuk mereka dalam
menambah anggotanya bila melakukan interaksi dengan orang yang dapat dengan
mudah terpengaruh. Oleh sebab itu mereka para pelaku perampokan tersebut mampu
melakukan kejahatan salah satu faktornya adalah dari apa yang mereka pelajari
baik melalui komunikasi maupun interaksi dari orang tertentu yang berpengalaman
di bidang perampokan tersebut.
3. Interaksi untuk belajar itu terjadi dalam
kelompok yang intim
Perampokan itu merupakan kelompok
yabg terorganisir, yang sudah dapat di ketahui dengan pasti bahwa terdapat
hubungan yang intim dari para anggotannya yang kemudian menciptakan interaksi,
jika tidak ada hubungan yang intim antara mereka maka tidak akan ada interaksi
dari orang yang satu dengan yang lainya. Ini di karenakan jika seseorang tidak
memiliki hubungan yang intim namun tetap melakukan interaksi akan menyebabkan
suatu kekacauan yang akan membahayakan dirinya sendiri baik berupa kegagalan
dalam rencana karena terbongkarnya rahasia dan tertangkapnya orang tersebut,
oleh karena itu sebelum memiliki hubungan yang intim maka tidak akan terjadi
suatu interaksi yang mendalam.
4. Yang di pelajari termasuk teknik
atau cara melakukan kejahatan, petunjuk dan arah khusus dari motif, dorongan
rasionalisasi dan sikap.
Dari sebuah interaksi banyak hal
yang di pelajari sehingga orang mampu atau menjadi pelaku dari kejahatan,
hal-hal yang di pelajari mulai dari teknik, dorongan rasionalisasi, dan sikap.
Dalam kasus di atas para pelaku di memiliki perlengkapan mulai dari senjata api
maupun senjata tajam dan lainnya yang
dapat mempermudah kinerja mereka untuk merampok ini termasuk dalam dorongan
rasionalisasi yang di berikan kepada pelaku dari perampokan tersebut. otomatis
dengan di sediakannya kesemuannya itu maka di berikan pula suatu
pelajaran-pelajaran tentang teknik-tenik dalam hal cara merampok termasuk
petunjuk dan sikap.
Dengan demikian kejahatan yang di
lakukan oleh para pelaku perampok tersebut merupakan hasil pembelajaran dari
apa yang telah mereka dapatkan dari kelompoknya, oleh karna itu kejahatan yang
mereka lakukan mempunyai teknik dan sikap tersendiri.
5. Arah
khusus motif dan dorongan dipelajari dari definisi-definisi mengenai
menguntungkan atau tidaknya aturan-aturan hukum yang ada.
Dengan pemebritaan yang marak ditelevisi tentang
banyaknya kasus- kasus kejahatan yang dijatuhi hukuman ringan di pengadilan
menjadikan komplotan perampok memiliki motif dan dorongan yang lebih untuk
melakukan perampokan sebagai jalan pintas untuk mendapatkan uang secara cepat
yang aturannya hukumnya tidak dapat ditegakkan dengan benar karena berbagai
macam hal salah satunya seperti tentang penyuapan di pengadilan dan masih
banyak lagi.
6. Seseorang menjadi jahat karena
defenisi-defenisi yang mendukung pelanggaran hukum sangat banyak sehingga
melebihi defenisi-defenisi yang tidak mendukung pelanggaran hukum.
Dalam hal ini para pelaku perampokan
tersebut di atas lebih banyak terpengaruh pada defenisi-defenisi yang mendukung
pelanggaran hukum, karena mereka menganggap bahwa para penjabat ataupun
petinggi negara sudah tidak memperdulikan masyarakatnya lagi maka mereka para
pelaku kejahatan dari perampokan tersebut lebih terpacu untuk melakukan aksinya
di tambah lagi dengan berita di televisi yang menggambarkan bahwa hukum di
indonesia ini dapat di beli dengan uang karena tingkah dari
penjabat-penjabatnya maupun orang yang memiliki harta kekayaan yang banyak yang dapat dengan mudah meloloskan diri dari
jerat hukum dan defenisi-defenisi lain yang mendukung tindak kejahatan
tersebut. Sehingga aksi kejahatan perampokan itu wajar semakin sering terjadi.
7. Asosiasi yang berbeda-beda dalam hal
frekuensi, durasi, perioritas dan intensitas. Prioritas dianggap sangat penting
karna tingkah laku yang berkembang di
masa kanak-kanak baik atau jahat akan bertahan sepanjang hidup.
Perioritas dalam kaitanya dengan
para pelaku perampokan tersebut, para pelakunya bisa saja telah belajar dalam
waktu yang cukup lama atau dari masa kanak-kanaknya sehingga para pelakunya
betul-betul memahami suatu tindakan yang dia lakukan yang kemudian
menjadikannya sebagai suatu profesi dalam pencarian nafkahnya, sehingga
perilaku jahatnya akan sulit untuk di hilangkan dengan kata lain akan bertahan
sepanjang hidup.
8. Proses mempelajari tingkah laku
jahat melibatkan seluruh mekanisme yang di butuhkan termasuk proses mempelajari
hal lain artinya tidak hanya terbatas dalam hal peniruan saja.
Dalil ini menjelaskan bahwa dalam
proses mempelajari tingkah laku jahat sang pelaku tidak hanya terbatas dalam
hal peniruannya saja namun dalam hal ini sang pelaku kejahatan juga mempelajari
hal lainya, dengan di dukung oleh seluruh mekanisme yang di butuhkan sehingga
menciptakan para pelaku kejahatan yang semakin ahli. Hal-hal yang di pelajari
dapat berupa pelajaran tentang teknik dan telemunikasi atau IT, dunia hukum
agar dapat lepas dari jerat hukum dan cara berorganisasi sehingga menjadikan
mereka pelaku kejahatan yang profesional. Sehingga wajar saja para pelaku
perampokan akhir-akhir ini semakain marak dengan cara-cara baru yang lebih
menunjukan keahlian dan kemajuan mereka dalam bidang tindak kejahatan
perampokan.
9. Meskipun tingkah laku jahat
merupakan ekspresi kebutuhan dan nilai-nilai umum, tingkah laku jahat tidak
dapat di jelaskan oleh kebutuhan dan nilai-nilai umum karena tingkah laku tidak
jahat juga merupakan ekspresi kebutuhan nilai-nilai ekspresi yang sama. Dengan
kata lain untuk dapat menjadi jahat seseorang itu harus melalui proses
pembelajaran.
Hal ini berarti perampokan yang
tercipta oleh para pelaku kejahatan tersebut terjadi bukan hanya berdasarkan
ekspresi dari kebutuhan nilai-nilai umum namun karna adanya proses pembelajaran
yang di terima oleh para pelaku kejahatan. Dalam hal perampokan ini kejahatan
yang mereka lakukan bukanlah kejahatan yang terjadi secara insidental namun
kejahatan yang mereka lakukan lebih kepada proses pembelajaran mereka tentang
bagaimana mendapatkan hasil yang besar dengan cepat dan ringan. Tujuannya
memang untuk mendapatkan uang namun mereka lebih memilih merampok karna mereka
merasa ini akan jauh lebih mudah dari pada mendapatkan uang dengan cara bekerja
seperti menjadi buruh, petani, nelayan dan lain sebagainya mereka menganggap
proses dari pekerjaan itu sanggat susah dan menghabiskan banyak tenaga dan
waktu.
Itu sebabnya mengapa kejahatan itu
tidak terbatas pada pengekspresian dari kebutuhan nilai-nilai umum namun lebih
kepada faktor-faktor dari luar yang mereka pelajari sama halnya dengan
perbuatan kejahatan perampokan tersebut di dalam kasus di atas.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Bahwa
kejahatan perampokan yang terjadi di Magelang tersebut sudah memenuhi
dalil-dalil yang ada dari teori yang di kemukakan oleh E. Sutherland sehingga
kejahatan berupa perampokan
bersenjata tersebut wajar dapat terjadi.
Penjelasan
teori sutherland tentang kasus kejahatan tersebut di atas telah menjelaskan
bagaimana seseorang tersebut dapat melakukan suatu perbuatan jahat
(perampokan), bukan dari bawaan sejak lahir atau keturunan melainkan berasal
dari proses belajar yang panjang baik itu teknik atau cara, dorongan dan
rasionalisasi dengan interaksi berupa komunikasi dan sikap yang intim dan
mendapatkan dukungan dari segala mekanisme yang di perlukan di tambah dengan
defenisi-defenisi yang mendukung dari tingkah laku jahat tersebut yang kemudian
dapat melahirkan suatu perbuatan jahat dengan begitu mudah bagi para pelakunya.
Daftar Buku
·
Topo Santosa. Kriminologi. (Jakarta, :
Rajawali Press, 2013)
Daftar Undang-Undang
·
KItab Undang-Undang Hukum Pidana
Daftar Internet
·
www.Radarsemarang.com (Sekap Korban,
pelaku gondola 111 juta ) diakses 3 Mei 2014
[1] www.
RadarSemarang.com (Sekap Korban, Rampok Sikat Rp 111 Juta) diakses 3 Mei 2014.
[2]
Topo Santosa. Kriminologi. (Jakarta, : Rajawali Press, 2013), hal 9.
[3]
Lihat, pasal 362 KUHP.
[4]
Lihat, pasal 365 KUHP.
[5] Topo
Santosa. Kriminologi. (Jakarta, : Rajawali Press, 2013), hal 74.
[6]
Ibid., hal 75
[7]
Ibid., hal 75.
Comments
Post a Comment